Resensi Buku Fikih Agraria: Sebuah Perbincangan

- Jurnalis

Sabtu, 18 Maret 2023 - 13:27 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RESENSI BUKU

Judul Buku: Fikih Agraria: Sebuah Perbincangan

Penulis: Mohamad Shohibuddin & Muhammad Nashirulhaq

Penerbit: Kasan Ngali

Terbit: November 2022

Tebal: 166 halaman

ISBN: 978-623-97734-6-5

Keadilan Agraria
Oleh: Muhammad Irvan Mahmud Asia / Direktur Eksekutif PPASDA (Pusat Pengkajian Agraria & Sumber Daya Alam)

Perebutan sumber-sumber agraria dan paling utama tanah adalah realitas yang telah berlangsung ratusan tahun, meluas, dan yang paling dirugikan (korban) adalah rakyat kecil, yang memang mayoritas muslim. Perambahan tanah yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah kolonial dan berlanjut setelah Indonesia merdeka – kapitalisme membuat rakyat kecil, masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya menderita, mereka terdesak/mundur dan bahkan meninggalkan tanahnya.

Sumber-sumber agraria seperti tanah, sebagian besar dikuasai-terkonsentrasi
di tangan sejumlah kecil perkebunan besar, properti, konsensi tambang, infrastruktur raksasa, sementara sejumlah besar rakyat, petani hanya bertahan hidup melalui pertanian subsisten dari petak-petak kecil. Studi Syaifullah et al (2022) memberikan ilustrasi yang menarik bahwa fenomena kebangkitan populisme Islam di sebuah desa, Bogor ternyata tidak bisa di jelaskan sebagai ekspresi dari kebangkitan radikalisme keagamaan. Namun lebih pada symptom yang berakar pada sejarah panjang perubahan agraria yakni ekspansi kapitalisme yang membuat mayoritas penduduk desa secara perlahan kehilangan tanah. Saat yang sama, proses ini disertai dengan kosentrasi penguasaan tanah di desa ini pada kelompok tertentu yang berbeda ras dan agama (hal 9-10). Akses yang tidak setara ke tanah membentuk dasar kesenjangan sosial karena elit pemilik tanah menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk mendikte politik kekuasaan, sebaliknya yang berkuasa mendapatkan suap (korupsi) atas kebijakan-kebijakan itu.

Diakui bahwa pemerintahan dari berbagai rezim yang pernah memerintah
di Indonesia, dengan berbagai keyakinan politik juga terlibat dalam proyek-proyek inovatif reforma agraria untuk menanggapi berbagai gerakan perlawanan petani dan keinginan memodernisasi ekonomi namun belum secara sungguh-sungguh menyelesaikannya bahkan terkesan pencitraan, akibatnya reforma agraria sejati gagal diwujudkan. Hal ini membawa konsekuensi jangka panjang bagi distribusi kekuasaan politik dan status rakyat tak bertanah, dan petani. Lebih jauh lagi, berdampak pada krisis pangan, rusaknya lingkungan, konflik pertanahan yang terus bertambah, krisis perdesaan terutama urbanisasi dan pembangunan bias kota, dan masalah turunan lainnya.

Peng ‘akumulasi’an tanah oleh kelompok tertentu setidaknya sejak pemberontakan petani Banten tahun 1888 hingga kini terus mendapat perlawanan dari berbagai pihak, ada gerakan rakyat-petani-aktivis agraria-NGO dan kampus di Indonesia. Dalam kerangka perlawanan itu, tinjauan-perspektif reforma agraria masih bertumpu pada pendekatan ekonomi politik dan ekologi politik. Sedangkan tinjauan “Fikih” sangat jarang bahkan bisa disebut tidak ada untuk membedah masalah agraria di Indonesia, padahal ada banyak literature klasik “Fikih Agraria”.

Buku Fikih Agraria: Sebuah Perbincangan yang ditulis Mohamad Shohibuddin dan Muhammad Nashirulhaq telah membuka mata kita, memberikan insight yang cukup luas dengan pendakatan “Fikih” dalam memahami persoalan agraria di Indonesia. Suatu telaah yang sebenarnya sudah banyak dilakukan para ulama dimasa lalu seperti terangkum dalam literatur fikih klasik (hal 5) misalnya perlindungan hak masyarakat atas tanah, jaminan akses masyarakat terhadap sumber-sumber agraria, misalnya melalui konsep “hak prioritas” dan menghidupkan tanah mati (dalam arti menjadikannya produktif). Begitupula keharusan konservasi tanah dan sumber daya alam lain juga sudah dibahas seperti konsep al-harim.

Tanah adalah sumber awal kehidupan penghidupan, manusia diciptakan dari tanah (Q.S. as-Sajdah: 7, Q.S. Shaad: 71); tempat tumbuhnya tanaman-pertanian (Q.S. al-A’Raaf: 58); menjadi bahan membuat bangunan (Q.S. al-Qashas: 38). Tanah juga sebagai ruang publik (al-Mursalat: 25). Tanah telah menjadi identitas individu dan kelompok. Tanah juga menjadi sumber kekuasaan (penanda-penegasan kuasa). Itu sebabnya Nabi Muhammad sangat perhatian dengan agraria dengan membagi secara adil tanah tanmpa membedakan agamanya. Bahkan saat Abu Bakar (meneruskan Nabi) membagi tanah rampasan perang-distribusi secara adil.

Buku ini terbagi dalam 3 klaster yang terdistribusi ke dalam 18 topik adalah buah dari serial Ngaji Fikih Agraria atas kitab “Mawsu’ah al-Fiqh al-Islamiy wa al-Qadaya al-Mu’asirah (Ensiklopedi Fikih Islam dan Persoalan Kontemporer)” karya Prof. Dr. Wahbah Zuhaili. Ngaji terfokus pada Juz V dengan judul “Ahkam al-Aradi fi Dakhil ad-Dawlah (Hukum-hukum Agraria didalam Teritori Islam) yang berlangsung selama bulan Ramadhan 1443 H (menjelang buka puasa) melalui saluran Nalar TV bekerjasama dengan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda. Karya Wahbah Zuhaili ini hanyalah satu dari sekian literatur fikih agraria.
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili adalah ulama Fikih kontemporer yang sangat produktif, mendapat julukan “Imam al-Suyuthi masa kini”. Syekh Wahbah Zuhaili adalah seorang “Azhari” karena pendidikan tingginya, beliau belajar S1, S2, S3 semuanya di Universitas
Al-Azhar Kairo, Mesir. Beliau adalah dosen di Universitas Damaskus, Syiria. Diluar kampus, Syekh Wahbah dikenal sebagai pendakwah yang membela aliran Asy’ari dan Maturidi dalam bidang Teologi dan penganjur praktik bermadzhab dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Dalam posisi itu, Wahbah Zuhaili menyampaikan fatwa yang mendukung demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia. Pemikiran tersebut sejalan dengan aru utama pemikiran Aswaja di Indonesia. Syekh Wahbah Zuhaili meninggal dunia pada 8 Agustus 2015 di usia 83 tahun (hal 4).

Gerakan fikih agraria sebagai spirit membangun tata kelola agraria yang adil dan berpihak pada hajat hidup rakyat adalah manifestasi “Teologi Pembebasan” di bidang agraria dan Pasal 33 UUD 1945. Ini tentu tidak mudah, berbagai kekuatan rakyat harus bersatu, terutama dua ormas Islam terbesar di Indonesia: NU dan Muhammadiyah harus menjadi lokomotif gerakan pembebasan ini, tentu dengan kolaborasi dengan rakyat – petani tertindas, dan kelompok gerakan yang telah dimulai oleh aktvisi-NGO. Baik NU maupun Muhammadiyah telah menelurkan satu keputusan bahwa “masalah agraria” adalah masalah serius bangsa Indonesia yang harus segara di selesaikan.

Pada akhirnya, bangsa ini tidak boleh kalah dengan “mafia tanah” atau “penyelenggara negara” yang koruptif. Yakinlah Allah swt bersama kaum mustadh’afin. “Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keadilan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. al-‘Ankabut: 69). Ayat ini menegaskan termasuk berjuang dalam rangka mewujudkan keadilan agraria dan ekologi-jalan yang ditunjukkan Allah bagi mereka yang melakukan perjuangan tidak tunggal melainkan sangat beragam.

*

Komentar Facebook

Berita Terkait

Membangun Generasi Tanpa Perundungan Melalui Humanitarian Seminar
Masa Depan Demokrasi Keerom Pasca Pilkada 2024
Pengamat : Elektabilitas Paslon Didukung Kekuasaan Bertumbangan, Publik Makin Cerdas Berpolitik
Sujud & Cabup Kebumen Arif Sugiyanto Bisa Potensi Kena UUITE
Hati-Hati, Bansos Jadi Alat Politik di Pilkada Kebumen!
UMKM di 2024 Harus Memiliki Straregi Bisnis yang Dinamis dan Responsif
Jalan Sepi Dasco
Ngerahul 6

Berita Terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 22:17 WIB

2000 Jamaah Umrah Ramadhan 2025 Ikuti Manasik Akbar Jannah Firdaus Tour dan Travel Sekaligus Launching Yayasan

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:49 WIB

Forsimema RI Gelar Diskusi Peran Mahkamah Agung dalam Mewujudkan Keadilan di Era Digital

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:28 WIB

Ketua GPAN Akan Gelar Aksi di Kemenkumham Pusat Terkait Maraknya Kasus Narkoba di Lombok

Sabtu, 15 Februari 2025 - 17:17 WIB

Kelebihan Muatan 12 Ton, Truk Alami Kecelakaan Maut di Tol Ciawi

Jumat, 14 Februari 2025 - 12:11 WIB

Ulama PBNU: Valentine Bukan Budaya Islam, Generasi Muslim Harus Punya Prinsip

Kamis, 13 Februari 2025 - 17:38 WIB

MZS. Nur Asysyabaab Gelar Peresmian Renovasi Masjid dan Yayasan Ummahatul Mukminin Depok

Kamis, 13 Februari 2025 - 13:28 WIB

Hukuman Harvey Moeis Diperberat Jadi 20 Tahun Penjara di Tingkat Banding

Kamis, 13 Februari 2025 - 09:37 WIB

Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur Tertibkan Parkir Liar Secara Humanis

Berita Terbaru