Siaranindonesia.com, Jakarta – Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) dengan tegas menolak rencana pelaksanaan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan dilakukan secara utuh mulai 1 Juli 2025.
Dalam Konfrensi Pers yang digelar disalah satu Hotel di Cawang, Jakarta Timur, Selasa (11/3/25), Ketua Institut Hubungan Industrial Indonesia, Saepul Tavip mengatakan rencana pemerintah menerapkan KRIS Satu Ruang Perawatan dengan maksimal 4 tempat tidur akan menghapus pelayanan ruang perawatan kelas 1, 2, dan 3 bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Saepul melanjutkan jika KRIS dipaksakan akan berdampak pada penurunan kualitas layanan kepada pekerja atau buruh dan keluarganya.
“Bahkan potensial rumah sakit apalagi swasta untuk menolak bekerjasama dengan BPJS mengingat RS harus melakukan renovasi kamar untuk menyesuaikan dengan kebijakan KRIS”, tegasnya.
Tak sampai disitu, Saepul menilai KRIS berpotensi mendorong terjadinya liberalisasi kesehatan dimana RS akan memutus kerjasama dengan BPJS dan membuat kelas tersendiri dengan fasilitas dan pelayanan yang lebih baik.
“Jadi IHII secara tegas menolak penerapan KRIS yang memang sejak awal tidak pernah melibatkan masyarakat, lebih khusus Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh (SB)”, katanya.
Berikut pernyataan sikap dari IHII:
1. Menolak penerapan KRIS Satu Ruang Perawatan.
2. Pemerintah harus melaksanakan amanat Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yaitu memudahkan akses pelayanan rawat inap dengan meningkatkan RS yang bekerja sama dan meningkatkan jumlah tempat tidur untuk peserta JKN.
3. Pemerintah harus mematuhi amanat UU No. 13 Tahun 2022 dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk SP/SB, ketika akan meregulasikan semua hal terkhusus tentang JKN. Kami SP/SB siap terlibat membicarakan masalah ini dan mencari solusinya, misalnya dengan mengkaji penerapan KRIS Dua Ruang Perawatan sebagai solusi.
4. Untuk meningkatkan kualitas nonmedis klas 3 saat ini maka kami meminta Pemerintah fokus membatasi jumlah tempat tidur di klas 3 yaitu maksimal 5 tempat tidur dengan kamar mandi di dalam ruangan dan kelayakan lainnya.
5. Mengingat tanggal 1 Juli 2025 tingga beberapa bulan lagi maka kami meminta Pemerintah segera merevisi pasal 103B ayat (1) Perpres 59 tahun 2024 yang mengamanatkan penerapan KRIS secara menyeluruh paling lama 30 Juni 2025. Libatkan semua stakeholder JKN untuk membicarakan KRIS, dan kami SP/SB siap memberikan usulan konstruktif.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar yang hadir sebagai narasumber meminta Kementerian Kesehatan melakukan pengkajian ulang terkait kebijakan KRIS Satu Ruang Perawatan.
“Harusnya pemerintah tidak sepihak memutuskan persoalan ini karena akan mengganggu manfaat peserta JKN”, ujarnya.
Timbul mengatakan, KRIS Satu Ruang Perawatan akan menurunkan ketersediaan jumlah tempat tidur yang secara tidak langsung peserta JKN dipaksa naik ke kelas diatasnya.
“Lebih baik pemerintah melakukan peningkatan pada pelayanan kesehatan yang ada seperti di kelas 1 dan 2. Ia juga meminta pemerintah melakukan perbaikan layanan non medis pada kelas 3 yang menurutnya belum ideal”, tegasnya.