KEBUMEN, SiaranIndonesia.com – Sekitar ratusan jurnalis dari sejumlah media yang ada di beberapa kabupaten di Jawa Tengah “menggeruduk” Polres Kebumen, (Rabu, 06/11/2024). Hal itu sebagai aksi solidaritas jurnalis atas peristiwa yang terjadi terhadap rekan seprofesi yang bernama WNH dari Siaran Indonesia.
Diketahui, WNH menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan dari sejumlah oknum santri pasca pelaporan karya jurnalistiknya oleh bupati non aktif Arif Sugiyanto. Akibat dari pengeroyokan tersebut, WNH harus menjalani rawat inap selama 3 (tiga) hari di salah satu rumah sakit di Kebumen.
Dalam profilnya, WNH sendiri bukanlah orang baru didunia pers. Sejak mahasiswa ia aktif di lembaga pers mahasiswa, lalu tergabung di Majalah Medium. Saat ini, ia sebagai salah seorang jurnalis di media online Siaran Indonesia.
Sekitar ratusan wartawan yang aksi tersebut juga tergabung dalam sejumlah organisasi wartawan Indonesia. Diantaranya seperti Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kebumen, Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Kebumen, Insan Pers Jawa Tengah (IPJT) Kebumen Purwo Santoso, Komunitas Wartawan Lokal (Kawal), Fast Respon, Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI), Forum Pemimpin Redaksi Nasional (FPRN), dan lainnya.
Para wartawan ini, di Polres Kebumen meminta agar peristiwa penganiayaan dan pengeroyokan yang dialami jurnalis Siaran Indonesia, WNH, agar secepatnya dituntaskan. Apabila tidak, maka berpotensi mengundang ribuan jurnalis datang ke Polres Kebumen terkait pertanggungjawaban ini.
Selain itu, mereka juga menuntut agar laporan bupati non aktif Kebumen Arif Sugiyanto atas karya jurnalistik dari WNH, wartawan Siaran Indonesia, itu dicabut. Ditegaskan, perihal karya jurnalistik agar dikembalikan dengan mekanisme etika UU Pers.
Dr. Teguh Purnomo, SH., Msi., selaku lawyer dari WNH menyampaikan, bahwa apa yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian Kebumen dalam menangani WNH sebagai diduga korban pengeroyokan ini dinilainya lambat. Hal ini mengingat, sejumlah alat bukti sudah tersedia, korban sudah di BAP, dan saksi juga sudah dimintai keterangan. Terlebih, sejumlah terduga oknum pelaku juga sudah jelas, namun terduga oknum pelaku masih bebas berkeliaran.
“Baik bupati, pesantren, dan lainnya, tidak ada yang kebal hukum,” tegasnya.
Pada saat yang sama, Ketua PWRI Kebumen, Rudi juga menegaskan, bahwa jurnalis harus mendapatkan hak hukum. Baik dalam proses kerja jurnalistiknya maupun produk persnya.
Ia meminta, peristiwa mengerikan yang dialami WNH, jurnalis dari Siaran Indonesia, agar ditanggapi serius dan cepat. Karena, kasus hukumnya sudah jelas, bukti sudah jelas, saksinya juga jelas, dan pelakunya sudah jelas. Ia pun berharap, agar Polres Kebumen tidak membuat catatan buruk atas penanganan yang dialami seorang jurnalis.
“Kerja Polres Kebumen akan dipantau dan dicatat oleh jurnalis-jurnalis se-Jawa Tengah. Apalagi, ini berpotensi ribuan jurnalis se-Indonesia bisa saja turun ke Polres Kebumen jika penangannya dinilai kurang sesuai,” tegas Rudi, pasca aksi solidaritas jurnalis di Polres Kebumen.
Ketua Komunitas Wartawan Lokal (Kawal), Narso, juga mengaku prihatin dengan adanya pelaporan jurnalis oleh seorang Bupati, serta penganiayaan jurnalis. Menurutnya, menanggapi produk jurnalistik bukan dengan cara seperti itu.
“Ini produk jurnalistik,” kata Narso.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua IPJT Kebumen Purwo Santoso, bahwa pelaporan bupati non aktif Arif Sugiyanto tidak bisa berjalan, karena karya jurnalistik. Produk pers, harus melewati hak sanggah, karena ada hak jawab, yang kembali menjadi karya jurnalistik.
“Ini juga mengacu kepada kesepakatan antara Kapolri dan Dewan Pers, bahwa produk jurnalistik tidak bisa dijerat dengan UUITE,” tegasnya.