Meningkatkan SDM Indonesia Melalui Vokasi
Oleh: Muhammad Irvan Mahmud Asia (Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia
DKI Jakarta)
Presiden Joko Widodo menginginkan pembenahan pendidikan vokasi. Keinginan tersebut, diikuti dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing manusia Indonesia. Inpres tersebut mengamanatkan untuk melakukan penyelarasan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, kerja sama dengan kementerian dan lembaga yang terkait, serta penyesuaian standar kompetensi pendidikan vokasi dengan kebutuhan pasar kerja.
Bukan SMK saja, pemerintah juga melakukan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi pada Politeknik, dan Balai Latihan Kerja. Untuk mengintegrasikan ke tiga segmen tersebut, melalui Kemenko Perekonomian, pada tahun 2017 pemerintah telah mengeluarkan Road Map Kebijakan Pengembangan Vokasidi Indonesia 2017–2025 dengan memetakan revitalisasi vokasi SMK, Politeknik dan BLK. Sedangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 pendidikan dan pelatihan vokasi untuk Industri 4.0 menjadi salah satu prioritas strategis.
Guna memastikan revitalisasi ini berjalan, Presiden dalam beberapa kali kesempatan rapat kabinet memberikan arahan yang cukup komprehensif untuk pembenahan pendidikan dan pelatihan vokasi, misalnya setiap daerah harus memiliki peta industri, perbaikan peralatan dan bengkel pelatihan yang sudah ketinggalan zaman, membuka jurusan baru di SMK, dan lain-lain.
Hal ini penting dilakukan dan pemerintah sadar betul bahwa pendidikan vokasi bisa menjadi (salah satu) jawaban akan tantangan masa depan Indonesia, yaitu bonus demografi. Artinya pemerintah perlu mempersiapkan SDM berupa tenaga kerja yang bisa bersaing di pasar global.
Untuk itu, diperlukan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi. Revitalisasi dilakukan untuk menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, bermutu, dan relevan dengan tuntutan dunia kerja yang terus berkembang. Revitalisasi juga diproyeksikan untuk menyiapkan tambahan 58 juta tenaga kerja dalam waktu 15 tahun mendatang. Tujuannya agar Indonesia menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh dunia pada tahun 2030.
Harmonisasi Terus Dikebut Pemerintah
Pada halaman 8 Harian Kompas (1 Oktober 2021) memberitakan bahwa revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang tersebar disejumlah kementrian dan kelembagaan perlu diwujudkan untuk mendukung peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Pengaturan untuk mensinergikan pendidikan dan pelatihan vokasi sedang disiapkan pemerintah dengan membahas payung hukum baru bernama rancangan Peraturan Presiden tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi (Perpres RPPV). Rancangan perpres ini menindaklanjuti arahan Presiden untuk mengorkestrasi kementrian serta lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan vokasi. Rancangan perpres akan mengatur diantaranya pengaturan pendidikan vokasi akan dilakukan Kemendikbudristek sedangkan pelatihan vokasi menjadi tanggung jawab Kemenaker.
Harmonisasi pengelolaan pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia sangat dibutuhkan agar kementrian/lembaga yang ada ikatan dinasnya tidak berjalan sendiri-sendiri seperti yang dikatakan Marlock seorang pemerhati pendidikan vokasi dan pemrakarsa Gerakan SMK Bangun Desa.
Kolaborasi Program Pendidikan dan Pelatihan dengan Jiwa Gotong Royong
Masih di Harian Kompas (hal 8) Muhadjir Effendy selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam rapat tingkat menteri pada hari Rabu (29/9/21) menjelaskan agar penyediaan SDM terampil berjalan lebih cepat, masif, dan terarah, Presiden menginginkan agar perguruan tinggi kementrian lain (PTKL) diorkestrasikan oleh Kemendikbudristek. Saat ini, ada 159 PTKL di 17 kementrian dan lembaga. Dari jumlah tersebut, 90 persen adalah penidikan vokasi. Dengan demikian, PTKL tersebut sangat berpotensi menyiapkan bonus demografi menjadi SDM yang kompeten dan berdaya saing.
Diharapkan setelah Perpres RPPV rampung dan disahkan, kementrian dan lembaga yang memiliki perguruan tinggi dan sekolah kedinasan wajib berkontribusi dalam penyelarasan kurikulum, membuka akses magang bagi siswa–mahasiswa, penyediaan sarana prasarana dan SDM di perguruan tinggi dan sekolah vokasi di bawah Kemendikbudristek.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto mengatakan pendidikan vokasi diarahkan untuk dapat menghasilkan lulusan yang terampil, kompeten, berdaya saing, serta berkarakter sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Karena itu, dibutuhkan juga komitmen kuat berbagai pihak untuk membangun link and super match paket 8+i dunia pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri.
Sebanarnya sejak periode pertama Joko Widodo, yang saat itu nomenklaturnya masih Kemendikbud sudah melakukan fasilitasi SMK dengan dunia usaha dan industri. Data per Juli tahun 2019, sebanyak 40.095 SMK telah bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri. Selain itu, Kemendikbud juga memberikan SMK-SMK bantuan pengembangan teaching factory. Teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran di SMK berbasis produksi barang atau jasa dengan mengacu pada standard dan prosedur yang berlaku di dunia industri. Sampai tahun 2019, teaching factory yang dibangun sudah mencapai 500 unit.
Terkait program revitalisasi pendidikan vokasi dapat dilakukan antara lain menambah jumlah guru produktif, meningkatkan kompetensi guru produktif, perbaikan sarana dan prasarana labolatorium, sertifikasi keterampilan bagi guru dan siswa SMK, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan guru produktif dijalankan dengan program keahlian ganda. Program keahlian ganda merupakan solusi yang paling tepat dijalankan, karena jumlah guru produktif masih sangat kurang sementara untuk melakukan pengadaan guru pegawai negeri sipil tidak dapat dilakukan dengan cepat. Program keahlian ganda dilaksanakan dengan melakukan pelatihan kepada guru-guru adaptif agar memiliki kompetensi sebagai guru produktif.
Untuk meningkatkan kompetensi guru produktif di SMK, saat itu Kemendikbud terus mendorong guru produktif memiliki sertifikasi keahlian sesuai bidangnya. Sejalan dengan hal itu, Kemendikbud bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) mengembangkan SMK menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP – P1). Jumlah LSP – P1 sampai tahun 2019 mencapai 914 lembaga. Inilah yang harus di tingkatkan di periode kedua ini dibawah koordinasi Kemendikbudristek.
Pelatihan vokasi dapat melalui Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) memiliki peran strategis dalam meningkatkan daya saing SDM Indonesia. Programyang dapat ditempuh seperti program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Kedua program dimaksudkan untuk membekali peserta didik yang belajar di LKP dengan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja serta mendorong tumbuhnya jiwa wirausaha. Selain itu, berbagai inovasi yang dilakukan seperti alih media bahan pembelajaran dalam bentuk elektronik, pengembangan keterampilan yang berbasis potensi, dan lain-lain.
Dengan demikian, kementrian dan lembaga yang memiliki pendidikan vokasi, dunia usaha–industri dengan jiwa gotong royong akan mampu mewujudkan misi Presiden Joko Widodo yakni meningkatan kualitas dan daya saing manusia Indonesia dalam menjawab tantangan bonus demografi dan revolusi 4.0