Siaranindonesia.com, JAKARTA–Kementerian Perdagangan mendorong penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di bidang perdagangan, terutama di sektor perdagangan digital.
Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Budi Santoso dalam kegiatan Strategic Issue Talk (Statistalk) Series #2 di Batam, Jumat (6/9/2024), bertajuk Artificial Intelligence pada Perdagangan Digital: Disrupsi, Potensi, Risiko dan Tata Kelola.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Direktur Program Studi Doktor Ilmu Komputer Binus University Ford Lumban Gaol; Guru Besar Fasilkom Universitas Indonesia dan Advisory Board Tokopedia-AI Center of Excellent, Wisnu Jatmiko; Peneliti Indef, Didik J. Rachbini.
“Pemanfaatan AI di sektor perdagangan digital diharapkan mampu memberikan manfaat signifikan,” kata Budi.
Untuk itu, Kementerian Perdagangan merumuskan kebijakan serta langkah strategis dalam memaksimalkan potensi AI di sektor perdagangan digital Indonesia. Ini sekaligus memastikan bahwa penerapannya mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Perdagangan digital mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, nilai transaksi niaga elektronik/niaga-el (e-commerce) di Indonesia mencapai Rp453,75 triliun dan diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Menghadapi perkembangan tersebut, Kementerian Perdagangan bergerak cepat dengan mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE).
“Regulasi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa perdagangan digital di Indonesia dapat melindungi hak konstitusional, mengatur perkembangan teknologi yang dinamis, serta mengatur produk impor (cross border),” terang Budi
Kepala Pusat Penanganan Isu Strategis Kementerian Perdagangan Deden Muhammad Fajar Shiddiq menjelaskan saat ini teknologi AI terbagi menjadi dua, yaitu predictive dan generative.
AI prediktif digunakan untuk menganalisis data transaksi dan perilaku konsumen, sehingga pelaku usaha dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan cepat.
Sedangkan, AI generatif dapat digunakan untuk menciptakan konten pemasaran yang lebih personal dan relevan bagi konsumen, meningkatkan pengalaman belanja daring, dan memperkuat loyalitas pelanggan.
Namun, Deden mengingatkan, AI tetap memiliki risiko dalam pemanfaatannya di sektor perdagangan digital. Salah satu tantangan terbesar adalah potensi penyalahgunaan untuk mengeksploitasi perilaku konsumen.
Dalam beberapa kasus, algorithmic decision making (ADM) dan dark patterns dapat dimanfaatkan di kanal PMSE untuk mengubah persepsi konsumen terhadap suatu produk atau informasi yang ditampilkan di platform niaga-el maupun digital.
“Ini menjadi perhatian utama, mengingat masyarakat Indonesia memiliki keunikan dalam perilaku konsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu,” pungkas Deden.