KEBUMEN, SiaranIndonesia.com — Peringatan Hari Santri seharusnya menjadi momentum syukur dan refleksi atas peran santri dalam sejarah bangsa. Namun di Kebumen, hari yang mestinya penuh doa dan kebanggaan itu justru berubah menjadi hari kelam yang meneteskan darah.
Peristiwa memilukan itu menimpa Ketua Lakpesdam PCNU Kebumen periode 2018–2022 berinisial WNH, yang menjadi korban pengeroyokan lebih dari 20 orang oknum santri, badal thoriqoh, dan alumni Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu. Tragedi tersebut terjadi di Hari Santri setahun yang lalu 2024 di rumah pribadi WNH, saat istrinya baru beberapa hari melahirkan dan sang anak bahkan belum sempat diberi nama.
Menurut keterangan yang dihimpun Siaran Indonesia, malam itu WNH dikeroyok secara brutal di hadapan istrinya yang juga pengurus di pimpinan cabang salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama . Pintu rumah digedor, tubuhnya dipukul, dan terdengar suara “Kie dawuhe Guse, pateni, pateni“.
Istrinya yang berteriak memohon agar pengeroyokan dihentikan justru ikut dipersekusi hingga terkapar. Peristiwa tersebut menyebabkan WNH harus menjalani perawatan dan opname hampir dua minggu di rumah sakit. Peristiwa tersebut seketika berhenti setelah ada aparat yang mengetahui lalu membubarkan mereka yang membuat puluhan pelaku lari terbirit.
“Yang paling saya sesalkan bukan hanya luka fisik, tapi perilaku mereka di depan istri saya yang baru melahirkan. Itu bukan tindakan santri, semestinya pesantren tidak mengajarkan hal demikian, Kebumen sebagai kota santri tidak ada budaya seperti itu. Itu budaya iblis yang diajarkan oleh iblis,” ujar WNH saat ditemui Siaran Indonesia.
Mirisnya, dugaan kuat menyebut bahwa aksi pengeroyokan itu tidak terjadi secara spontan, melainkan atas perintah dari pengasuh pesantren yang juga menjabat sebagai rois syuriah. WNH menduga tindakan itu lahir dari doktrin-doktrin hoaks yang dilakukan oleh pengasuh pesantren, mulai dari doktrin sejarah palsu tertua di Asia Tenggara, doktrin prasati palsu Zamrud Siberia, doktrin nasab palsu dari Syeikh Abdul Qadir Jaelani (Alhasani), yang doktrin tersebut telah lama diduga kuat sejak awal tahun 2000an disebarkan di pesantren tersebut.
“Saya tidak menyimpan dendam. Meskipun mereka tidak pernah meminta maaf pada saya, tapi saya memaafkan para pelaku. Karena mereka sesungguhnya juga korban — korban doktrin dan korban perintah. Disamping itu, para pelaku kebanyakan ekonominya rendah dan berpendidikan rendah, saya kasihan sama mereka,” ujar WNH dengan nada tenang di kediamannya di Kebumen, Rabu, (22/10/25).
Meski begitu, WNH menegaskan bahwa pemaafan bukan berarti pembiaran terhadap sumber kejahatan. Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan intelektual, ia kemudian menulis dan menerbitkan buku berjudul Hoax or Not: PP Al-Kahfi Somalangu, yang mengupas secara ilmiah berbagai klaim sejarah dan nasab yang selama ini diyakini publik tanpa dasar kuat. Menurut WNH, apa yang ditulisnya merupakan doktrin yang diduga sumber kejahatan para pelaku atas dirinya.
Dalam bukunya, WNH menyoroti sejumlah hal yang menurutnya tidak memiliki bukti sahih, antara lain:
-
Klaim bahwa PP Al-Kahfi Somalangu merupakan pesantren tertua di Asia Tenggara (879H/1475M)
-
Klaim tentang Prasasti Zamrud Siberia Berbobot 9 Kilogram.
-
Klaim nasab ke Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (Al-Hasani) yang menurut hasil penelitiannya tidak memiliki dasar ilmiah maupun sanad genealogis yang jelas.
-
Klaim menantu Raden Patah
-
Dan banyak lagi.
WNH menilai, hoaks sejarah dan nasab palsu semacam itu dapat menjadi bibit kekerasan, karena melahirkan fanatisme dan mematikan nalar kritis. “Ketika kebohongan dijadikan doktrin, maka darah menjadi murah, dan nyawa manusia kehilangan nilainya,” lanjutnya.
Pasca tragedi itu, sejumlah masyarakat Kebumen menyerukan agar Hari Santri 22 Oktober dikenang dengan pengibaran bendera setengah tiang — bukan sebagai bentuk perlawanan, tetapi peringatan moral bahwa tidak ada kesucian dalam kekerasan, dan tidak ada keimanan dalam kebohongan.
“Hari Santri seharusnya tentang perjuangan dan cinta, bukan tentang darah dan kebencian,” ujar seorang tokoh muda NU Kebumen dengan nada getir.
Download: Buku “Hoax Or Not: PP. Alkahfi Somalangu”
Kini, publik menanti langkah tegas moralitas dari para ulama untuk menegakkan kebenaran. Sebab, agama yang sejati tidak akan pernah membenarkan kekerasan, apalagi atas nama Nabi yang mulia.
BACA:
– Resensi Kitab as-Siraj Karya Gus Wahyu NH. Aly
– Resensi Novel Metamorfosis Cinta Karya Gus Wahyu NH. Aly
Bedah Buku Hoax Or Not PP. Alkahfi Somalangu
WNH, penulis buku ini mengaku beberapa hari lalu mengajak bedah buku Hoax or Not: PP. Alkahfi Somalangu, yang direncanakan dilaksanakan setelah maghrib, 22 Oktober 2025 di ICON Coffee. Ia pun mengaku untuk keberimbangan, ia menge-chat via WhatsApp pengasuh PP. Alkahfi Somalangu KH. Afifudin Chanif yang juga Rais Syuriah namun centang satu. Kemudian ia pun menge-chat via WhatsApp putranya yang ketiga yang bernama Fauhan Fawaqi, centang dua, namun belum dibalas. Selanjutnya, WNH juga menge-chat via WhatsApp lurah PP. Alkahfi Somalangu generasi pertama, juga lurah pesantren generasi ketiga dan lurah pesantren generasi keempat, semua chatnya centang dua namun juga belum ada balasan. Sehingga rencana bedah buku pun diundur dengan waktu yang belum ditentukan lagi.























