Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Menyetujui 6 Pengajuan Restorative Justice

  • Bagikan

Siaranindonesia.com – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana (diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Agnes Triani) menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice).

Adapun 6 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  • Tersangka FIKRAR HAKIKI bin MUHAMAD ALI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  • Tersangka SUPADI bin alm KUSENDI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP Sub Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  • Tersangka ELISEUS BOLI KEDANG alias JONI dari Kejaksaan Negeri Sikka yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  • Tersangka ALFONS KELASA NEDABANG dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
  • Tersangka YOSEPH JUFRIYANTO LENDENG alias JUPRI dari Kejaksaan Negeri Merauke yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  • Tersangka PETRUS KINALO NDIKEN dari Kejaksaan Negeri Merauke yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
    Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
    Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1)

  • Bagikan