KEBUMEN, SiaranIndonesia.com — Pembina gerakan Santri Mengabdi, Gus Wahyu NH Aly, menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya kasus kekerasan seksual yang melibatkan oknum pengasuh pesantren. Dalam setahun terakhir, tercatat sekitar 30-an kasus yang menyeret nama para pengasuh pesantren ke meja hukum akibat dugaan tindak asusila terhadap santri.
“Yang membuat saya makin prihatin, sebagian besar pelakunya justru menyandang predikat sebagai kiai NU, bahkan banyak di antaranya merupakan petinggi NU di daerahnya masing-masing. Dari Tanfidziah sampai Syuriah. Ironisnya lagi, sebagian berasal dari pesantren besar dan tua yang selama ini dihormati masyarakat,” ungkap Gus Wahyu, Rabu (16/4/2025).
Cucu KH. Abdullah Siradj Aly ini mencontohkan sejumlah kasus yang terjadi di berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat. Seperti di Magelang, Demak, Kebumen, Situbondo, Lumajang, Ngawi, Trenggalek, Jombang, Sidoarjo, Banyuwangi, Gresik, Kota Batu, Semarang, Cilacap, Tasik, Karawang, Bekadi, Indramayu, Pandeglang, Kuningan, dan beberapa daerah lainnya, baik yang sudah vonis maupun yang saat ini tengah diproses aparat penegak hukum.
“Ini bukan kasus yang terisolasi. Ini pola yang serius, dan dalam setahun terakhir jumlahnya mencapai sekitar 30-an kasus, dengan korban sebagian besar adalah santri,” tegasnya.
Menurut Gus Wahyu, Ketua Lakpesdam PCNU Kebumen 2018-2022 ini, kasus-kasus tersebut bukan hanya mencoreng nama baik pesantren, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. “Pesantren bukan tempat perlindungan predator. Bila ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan marwah pesantren dan NU itu sendiri,” lanjutnya.
Gus Wahyu pun mendesak agar aparat penegak hukum bertindak tegas, berani, dan tidak ragu dalam menangani kasus-kasus tersebut. “Jangan sampai ada kekebalan hukum hanya karena pelaku punya status sosial tinggi atau posisi strategis dalam organisasi. Ini soal keadilan dan perlindungan terhadap anak bangsa,” katanya.
Bahkan, Gus Wahyu mendorong agar ke depan dirumuskan aturan khusus yang memungkinkan hukuman seberat-beratnya, termasuk hukuman mati, bagi pengasuh pesantren yang terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap santri.
“Orang yang diberi amanah mendidik, tapi malah menjadi predator, harus dihukum seberat-beratnya. Kalau perlu, hukuman mati. Karena ini bukan sekadar kejahatan fisik, tapi juga pembunuhan terhadap masa depan dan akhlak generasi,” tegasnya.
Sebagai langkah nyata, Gus Wahyu mengajak para santri dan alumni-alumni pesantren untuk berperan aktif dalam pencegahan, edukasi, dan pendampingan korban. Melalui gerakan Santri Mengabdi, pihaknya tengah membangun kolaborasi strategis dengan berbagai elemen, termasuk kepolisian, tokoh agama, aktivis perempuan, dan media, untuk menciptakan lingkungan pesantren yang aman, sehat, dan bebas kekerasan seksual.























