KEBUMEN, SiaranIndonesia.com – Pasca hari raya Idhul Fitri, kembali ramai terkait habaib yang ada di Indonesia. Pro dan kontra terus bergulir. Menurut Gus Wahyu NH. Aly, fenomena ini bukanlah hal baru. Ia pun mengaku tidak tertarik untuk mengomentari hal ini. Dikatakan, dalam ahlussunah waljamaah itu menurutnya sudah cukup jelas.
Dikatakan Gus Wahyu kepada wartawan Siaran Indonesia saat halal bihalal di rumahnya, bahwa menghormati keturunan Rasulullah Saw., itu suatu kewajiban. Termasuk menghormati umat Islam yang lain juga suatu kewajiban.
Dikatakan oleh cucu KH. Abdullah Siradj Aly ini, bahwa ketika ada seorang muslim yang mencintai umat Islam yang lain namun membenci umat Islam dari kalangan dzuriah Nabi (keturunan Nabi) disebutnya itu haram. Sebaliknya, menurut Gus Wahyu, ketika seseorang menghormati keturunan Rasulullah Saw., namun meremehkan umat Islam yang lain itu juga dikatakan hukumnya haram.
“Menghormati keturunan Nabi, tapi meremehkan umat Islam yang lain, itu hukumnya juga haram. Tidak akan mendapat baunya surga,” kata Gus Wahyu, Kebumen, Sabtu, (13/04/2024).
Lebih lanjut dipaparkan Gus Wahyu, bahwa menghormati ahlul bait itu meskipun wajib, namun mempercayai seseorang yang mengaku dirinya atau kelompoknya sebagai dzuriah Nabi (keturunan Nabi) itu hukumnya tidak wajib. Termasuk tidak wajib juga membenarkan semua ucapan dan semua perilaku keturunan Rasulullah Saw., karena semua ahlul bait tidak ada yang maksum atau tidak ada yang selalu benar.
“Sebenarnya, menghormati keturunan Rasulullah Saw., itu wajib. Tapi mengakui seseorang sebagai seorang dzuriah Nabi, itu tidak wajib. Tidak mengakui seseorang sebagai kerurunan Nabi itu tidak berdosa,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan Gus Wahyu, bahwa lebih sulit hukumnya mengakui seseorang itu sebagai keturunan Rasulullah Saw. Dipaparkan, tidak mengakui seseorang sebagai dzuriyah (keturunan) Nabi, itu hukumnya begitu saja diperbolehkan.
Akan tetapi, lanjut Gus Wahyu, mengakui seseorang sebagai dzuriyah Nabi, selama hanya untuk dirinya sendiri atau tidak diungkapkan ke publik, itu yang mengakuinya tidak diwajibkan untuk membuktikan. Tetapi berbeda hukumnya, bagi yang menerima seseorang itu sebagai keturunan Nabi, lalu yang menerimanya ini ingin woro-woro (memberitahukan) ke orang lain bahwa yang dilihatnya dianggap seorang ahlul bait, maka yang menerimanya ini wajib hukumnya untuk bisa membuktikan orang tersebut sebagai dzuriyah Nabi. Dijelaskan, terkait nasab, dalam Islam itu bukanlah hal yang ringan. Dinilainya sangat berat.
“Dalam Islam, kalau Anda tidak mengakui dia seorang keturunan Nabi Muhamnad Saw., ya sudah tidak mengapa, kamu tak berdosa. Tapi kalau Anda mengakui dia seorang ahlul bait, selama itu untuk kamu sendiri atau tidak disebarkan ke yang lain, maka kamu tidak diwajibkan untuk membuktikan. Tapi jika kamu mengakui dia seorang keturunan Nabi, dan kamu ingin memberitahukan ke publik bahwa dia seorang ahlul bait, maka hukumnya kamu itu wajib membuktikan keahlulbaitan dia. Kalau kamu tidak bisa membuktikan keahlulbaitan dia, meskipun kamu benar, kamu itu telah berbuat haram,” pungkasnya.
























