Siaranindonesia.com, Jakarta — Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) menanggapi maraknya perbincangan publik terkait tindakan seorang pendakwah asal Kediri, Jawa Timur, Gus Elham, yang kontroversial.
LD PBNU menilai peristiwa tersebut menjadi pengingat pentingnya peningkatan kualitas pendakwah dalam berbagai aspek, termasuk etika dan sensitivitas sosial.
“Perlu kami sampaikan bahwa Lembaga Dakwah PBNU sejak lama mendorong peningkatan kualitas pendakwah, baik dalam aspek keilmuan, etika, maupun kemampuan komunikasi. Dakwah adalah amanah besar, karena menyangkut pembentukan akhlak dan cara berpikir masyarakat,” ujar Sekretaris LD PBNU, KH Nurul Badruttamam, Kamis (13/11/2025).
Kiai Nurul menegaskan bahwa setiap upaya memperkuat kapasitas para pendakwah pada prinsipnya merupakan langkah positif. Karena itu, LD PBNU sejak lama menginisiasi berbagai program pembinaan, pelatihan, dan peningkatan kompetensi mubalig agar dakwah dapat berlangsung secara beradab dan berdaya guna.
Alumnus Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menyebut, wacana sertifikasi pendakwah bukan hal baru bagi PBNU. Melalui LD PBNU, pihaknya telah melaksanakan sejumlah program yang menitikberatkan pada penguatan kapasitas dan tanggung jawab moral para da’i.
“Lembaga Dakwah PBNU telah memiliki program standardisasi kompetensi imam dan khatib Jumat yang kini sudah berjalan hingga Angkatan ke-16, serta program standardisasi kompetensi da’i dan da’iyah NU. Keduanya mencakup penguatan keilmuan, kemampuan komunikasi publik, etika dakwah, psikologi dakwah, sensitivitas sosial, hingga perlindungan terhadap kelompok rentan,” ucap Kiai Nurul.
Kiai Nurul menjelaskan, upaya seperti itu dinilai lebih efektif dibandingkan penerapan sertifikasi formal.
“Yang dibutuhkan masyarakat bukan sertifikasi, tetapi standardisasi dan pembinaan yang berkelanjutan,” katanya.
Lebih lanjut, Kiai Nurul menilai bahwa jika pemerintah nantinya ingin menerapkan sertifikasi pendakwah, mekanismenya harus bersifat inklusif, dialogis, dan tidak membatasi ruang dakwah.
“Sertifikasi tidak boleh dipahami sebagai bentuk kontrol terhadap isi materi dakwah, melainkan fasilitasi peningkatan kualitas bagi pendakwah yang menginginkannya,” ujar pria kelahiran Cilacap 1978 ini.
Adapun kasus-kasus pendakwah kontroversial seperti dilakukan Gus Elham, menurut Kiai Nurul, menunjukkan perlunya pendalaman pemahaman terkait adab, psikologi jamaah, serta perlindungan terhadap kelompok rentan.
“Pembinaan dan pelatihan menjadi lebih mendesak agar para pendakwah memiliki kesadaran penuh atas tanggung jawab moralnya di tengah masyarakat,” tuturnya.
Di sisi yang lain, Kiai Nurul mengingatkan publik agar tidak tergesa-gesa menggeneralisasi perilaku buruk satu pendakwah kepada seluruh kalangan.
“Banyak pendakwah yang telah bekerja dengan sangat baik, penuh hikmah, dan menyejukkan masyarakat. Mereka layak diapresiasi,” kata Kiai Nurul.
Kiai Nurul menegaskan bahwa LD PBNU siap untuk berdialog dan berkolaborasi dengan pemerintah jika negara ingin menghadirkan program peningkatan kompetensi da’i.
“Yang penting, pendekatannya tepat, tidak menimbulkan kegelisahan, dan tetap menghormati tradisi keulamaan Indonesia yang kaya dan beragam,” tutur pria yang sempat berdakwah di Hong Kong, Australia, China, Korea Selatan, Jepang dan Taiwan ini.























