Siaranindonesia.com, Lhokseumawe – Bertempat di Gedung Aula Cut Meutia Universitas Malikussaleh, Ir. H. T.A. Khalid, M.M. melakukan kegiatan Penyerapan Aspirasi Masyarakat Kota Lhoukseumawe, Aceh. Kegiatan dilaksanakan pada Selasa, tanggal 22 April 2025.
Ir. H. T.A. Khalid, M.M. dalam sambutannya menyampaikan bahwa Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 – mengatur pemerintahan provinsi Aceh, yang merupkan hasil kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, yang dikenal dengan MoU Helsinki.
“Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur,” ujarnya.
Pemerintahan Aceh, lanjutnya, adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
Ir. H. T.A. Khalid, M.M menyampaikan adanya ketentuan di dalam Undang-Undang ini mengenai perlunya norma, standar, prosedur, dan urusan yang bersifat strategis nasional yang menjadi kewenangan Pemerintah, bukan dimaksudkan untuk mengurangi kewenangan yang dimiliki Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota, melainkan merupakan bentuk pembinaan, fasilitasi, penetapan dan pelaksanaan urusan pemerintahan yang bersifat nasional. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada. Kerja sama pengelolaan sumber daya alam di wilayah Aceh diikuti dengan pengelolaan sumber keuangan secara transparan dan akuntabel dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan. Selanjutnya, dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh dilakukan pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan, dan kemajuan kualitas pendidikan, pemanfaatan dana otonomi khusus yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pemberian kewenangan khusus oleh pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh melalui konsep desentralisasi otonomi khusus bertujuan untuk merangkul provinsi Aceh agar tetap berada dalam kesatuan NKRI dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh,” sambungnya.
Melalui kebijakan desentralisasi otonomi khusus pemerintah pusat telah memberi konsesi-konsesi yang luas kepada Provinsi Aceh dengan melimpahkan berbagai kewenangan administrasi, politik, mengakomodasi identitas lokal, sampai memberikan sumber-sumber keuangan, sebagaimana yang diatur dalam UU PA. Akan tetapi yang menjadi tantangannya adalah, kebijakan desentralisasi otonomi khusus itu bisa terancam gagal apabila dalam pelaksanaannya kinerja pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Aceh tidak maksimal dalam melaksanakan amanat UU tersebut. (*)