Siaranindonesia.com, Puncak Jaya – Situasi di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, semakin memanas setelah pecahnya konflik horizontal antarpendukung pasangan calon kepala daerah, Senin (03/3/25).
Kedua kelompok menggunakan sajam seperti panah, samurai, parang, dan katapel. Termasuk dugaan penggunaan senjata api yang semakin memperparah keadaan.
Bentrokan bermula dari pembunuhan seorang pemuda yang teridentifikasi bernama Agus Kogoya oleh orang tak dikenal berujung pada perang terbuka antar kubu.
Sesuai adat suku Lani, jenazah kemudian dibakar dalam sebuah prosesi adat.
Namun, insiden ini tidak berhenti di situ. Setelah prosesi pembakaran jenazah, kelompok Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga menyerang kubu Yuni Wonda dan Mus Kogoya, memicu bentrokan yang terus berlanjut hingga malam hari.
Bahkan dalam bentrokan tersebut, dua orang dari pihak Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga terkena tembakan senjata api. Korban yang tertembak adalah Mison Morip dan Aten Alom.
Menurut Ketua Tim Paslon Nomor Urut 2, Wekis Wonda, pihaknya hanya membela diri menggunakan anak panah, sedangkan lawan menggunakan senjata api.
Ia menegaskan bahwa keterlibatan kelompok bersenjata justru ada di pihak lawan, bukan di pihak mereka. Pernyataan ini menepis tuduhan bahwa pihaknya terafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Penggunaan senjata api dalam konflik ini meningkatkan kekhawatiran masyarakat. Banyak warga mulai mengungsi ke tempat yang lebih aman guna menghindari dampak bentrokan yang masih berlangsung di sekitar Mulia, ibu kota Kabupaten Puncak Jaya.
Masyarakat 4 Distrik Mendesak KPU RI dan Pemerintah Pusat
Di tengah ketegangan ini, masyarakat dari 4 distrik di Puncak Jaya mendesak KPU RI dan Bawaslu RI untuk tidak hanya melakukan rekapitulasi 22 distrik, tetapi juga menambah 4 distrik lainnya.
Mereka menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 24 Februari 2025 tidak mendiskualifikasi distrik tersebut, melainkan hanya tidak menyertakannya dalam proses sebelumnya. Oleh karena itu, tim paslon 02 menilai kewenangan untuk menyikapi situasi ini sepenuhnya ada di tangan KPU RI.
Seruan ini juga mereka tujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, serta seluruh elemen negara yang berkepentingan, antara lain: BIN, Kementerian Pertahanan, Panglima TNI dan Kapolri dan Pemerintah Daerah (Pemda) Puncak Jaya untuk mencermati dan menyikapi kondisi ini dengan bijak guna memastikan proses demokrasi berjalan adil dan transparan.
Seruan Perdamaian
Sebelumnya, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa/i Kabupaten Puncak Jaya (Ipmapuja) se-Jawa dan Bali telah menyerukan penghentian konflik terkait Pilkada di Puncak Jaya. Mereka mengecam segala bentuk kekerasan akibat perbedaan pilihan politik dan mendesak aparat keamanan serta pemerintah daerah untuk mengambil tindakan tegas dalam meredam konflik.
Masyarakat berharap agar seluruh pihak dapat menahan diri dan mencari solusi damai demi menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut. Ketegangan politik yang berujung pada pertumpahan darah hanya akan memperburuk situasi dan menciptakan trauma bagi warga setempat.