Siaranindonesia.com-Ada kaitan berpuasa dengan berbekal. Kita tahu tujuan utama berpuasa adalah agar kita bertakwa, “Hai orang-orang yang beriman, kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah/2: 183).
Sementara Allah juga memberi informasi bahwa berbekal terbaik adalah bertakwa, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. al-Baqarah/2: 197).
Dapat dipastikan orang yang berpuasa tak lain sedang menyiapkan bekal, yakni takwa untuk kembali kepada Allah kelak. Masalahnya, apakah takwa itu?
Dalam kitab Tafsir Jalalain terungkap bahwa takwa itu adalah menjaga diri dari dosa. Pasalnya, karena puasa itu dapat membendung syahwat yang menjadi pangkal sumber dosa.
Bahkan syahwat yang terus-menerus bersemayam di hati manusia, ungkap Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, membuat manusia terhalang melihat kerajaan langit.
Syahwat dalam konteks ini adalah syahwat perut dan di bawah perut. Untuk itu, Imam al-Ghazali menyebut tujuan utama berpuasa adalah mengurangi makan ketika berbuka.
Ahnaf bin Qais, seperti diungkap Imam al-Ghazali, satu waktu ditegur oleh seseorang, “Kamu adalah seorang laki-laki tua renta. Berpuasa akan memperlemah kondisimu”. Ahnaf bin Qais menimpali, “Aku berpuasa karena aku sedang menyiapkan bekal untuk menempuh perjalanan Panjang.”
Yang dimaksud perjalanan panjang adalah perjalanan yang harus ditempuh sesudah kematian. Yakni, mulai hari berbangkit, terus ke padang mahsyar, lalu ditimbang, dan melewati sirath.
Ahnaf bin Qais kemudian memungkasi perkataannya, “Bagiku sabar dalam taat kepada Allah lebih ringan ketimbang sabar dalam menghadapi siksa-Nya”.
Tepat sekali, sebab sabar dalam taat kepada Allah hanya sepanjang usia manusia, sementara sabar dalam siksa-Nya tak berbilang lamanya. Inilah kecerdasan orang berpuasa yang tak lain tengah berbekal.”***