Siaranindonesia.com-Manajemen risiko adalah serangkaian penilaian juga identifikasi, dan suatu penyusunan prioritas risiko yang dirangkai secara proaktif yang bermaksud meminimalisir terjadinya Kejadian Tidak diinginkan (KTD) dan risiko lainnya yang mengancam keselamatan pasien dan staff termasuk tenaga kesehatan. Layanan kesehatan yang tidak cukup aman, akan memberikan peluang adanya risiko yang merugikan nyawa pasien hingga kematian yang berdampak pada peningkatan angka mortalitas/kematian pasien saat mendapatkan perawatan di rumah sakit. World Health Organization menyatakan sebanyak 1 dari 10 pasien yang berobat di pelayanan kesehatan mendapatkan kerugian sehingga merasa kurang aman dan nyaman saat menjalani pengobatan. Kerugian yang dirasakan akibat adanya berbagai insiden atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Studi menyatakan juga bahwa 2,9%-16,6% pasien mengalami KTD dan sebanyak 5-13% dari kasus tersebut menyebabkan kematian pasien, dimana 50% dari kasus tersebut tergolong ke dalam kasus yang dapat dicegah. Selain berdampak merugikan pada pasien, masalah tersebut juga berdampak pada faktor sosioekonomi yang mengakibatkan adanya beban finansial yang serius terhadap pelayanan kesehatan Oleh sebab itu, adanya program penilaian, identifikasi dan penyusunan prioritas risiko menjadi sangat penting untuk mengatasi adanya permasalahan-permasalahan tersebut dengan adanya penerapan dan pengembangan manajemen risiko yang terstruktur dan sistematis.
Manajemen risiko ini telah diatur dalam Permenkes No. 25 Tahun 2019 tentang penerapan manajemen risiko terintegrasi di lingkungan kementerian kesehatan. Disebutkan bahwasannya manajemen risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu serta terintegrasi dari mulai mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, evaluasi, pengendalian risiko, informasi komunikasi, pemantauan dan pelaporan risiko, termasuk strategi mengelola risiko dan potensi terjadinya risiko secara keseluruhan artikel jurnal menyatakan bahwa manajemen risiko dalam suatu pelayanan kesehatan merupakan komponen penting penunjang mutu layanan. Salah satu studi membahas mengenai tahapan penerapan manajemen risiko di Rumah Sakit yang terdiri dari tujuh tahapan, yakni (1) Komunikasi dan dukungan terhadap program manajemen risiko, (2) mempercayai, melaporkan, dan mengelola setiap kejadian atau insiden, (3) menghargai dan melakukan praktik manajemen risiko dengan baik, (4) mengidentifikasi dan mengelola program secara berkelanjutan, (5) mendorong pembelajaran organisasi dengan struktur dan tugas yang sudah diberikan, (6) mengembangkan strategi untuk mencegah insiden yang sama terulang, dan (7) melakukan pemantauan berkelanjutan disertai evaluasi terhadap strategi yang diterapkan.
Implementasi manajemen risiko masih mengalami kendala. Masih terdapat beberapa indikator yang menunjukkan pelayanan kesehatan yang belum aman seperti yang dihadapkan akibat masih adanya hak-hak pasien yang belum terpenuhi. Minimnya kebijakan dan prosedur terkait manajemen risiko di bangsal membuat kurang optimalnya implementasi manajemen risiko di pelayanan kesehatan. Studi di beberapa negara menyatakan beberapa hambatan dalam penerapan manajemen risiko diantaranya, program pelatihan yang kurang, beban kerja staff yang tinggi, kurangnya sumber keuangan dan fisik, serta adanya budaya organisasi. Menambahkan beberapa hambatan dalam pengimplementasian manajemen risiko yaitu, kurangnya pengawasan dan penilaian terhadap program, pergantian manajer yang terlalu cepat, dan kurangnya dukungan dari pemimpin.
Sebagai contoh, ketika daftar risiko sudah direvisi namun belum dikomunikasikan kembali pada unit kerja. Tahapan tersebut juga tidak dilakukan monitoring sehingga proses tidak berjalan secara lancar akibat komunikasi yang kurang efektif, mengidentifikasi faktor kunci dalam penerapan manajemen risiko di rumah sakit mencakup pengetahuan staff, kepemimpinan, kebijakan strategis rumah sakit, dan ada tidaknya posisi penanggung jawab program yang memastikan berjalannya program manajemen risiko.
Pentingnya peranan manajemen risiko dalam tatanan pelayanan kesehatan harus menjadi perhatian bagi setiap instansi. Pimpinan rumah sakit khususnya harus melakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi pegawai dalam implementasi program manajemen risiko. Penerapan program manajemen risiko yang efektif dapat didukung dengan pembuatan kebijakan strategis dirumah sakit sehingga akan berdampak positif terhadap keselamatan pasien. Implementasi program manajemen risiko juga perlu memperhatikan pedoman dan penanggung jawab program agar rencana atau kebijakan yang telah dibuat dapat terealisasi dengan optimal. Pengaruh penerapan manajemen risiko terhadap keselamatan pasien lebih mendalam diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar sehingga mendapatkan hasil yang lebih akurat.