Siaranindonesia.com, Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi II, Guspardi Gaus, menilai keprihatinan terhadap dugaan kasus penyerobotan atau perampasan tanah di Desa Masiepi, Distrik Manokwai Selatan, Kabupaten Manokwai, Provinsi Papua Barat seluas 115 Hektar.
Tindakan tersebut yang melibatkan oknum warga dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari. Kendati demikian, Guspardi belum mengetahui persis detail permasalahan terkait tanah seluas 115 hektar yang diduga diambil alih oleh Pemkab Manokwari.
Tanah tersebut sebelumnya dimiliki oleh Almarhum Charles Siatmiko Hendratno dan istrinya, Theresia Tandriani.
Hi. GG (sapaan akrab-red) menegaskan bahwa jika kepemilikan tanah tersebut sudah jelas dan dilakukan perampasan, hal tersebut dapat dianggap sebagai tindakan pidana.
“Penanganannya bisa diajukan kepada pihak penegak hukum untuk diselesaikan secara hukum,” ujar Hi. GG saat dihubungi MSINews.com, Rabu 29/11/2023.
Politisi PAN ini menilai bahwa Pemkab Manokwari seharusnya memberikan contoh dalam penegakan hukum, terutama dalam menanggapi sengketa tanah. Ia menyebut Pemda harus bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa itu bukan penyerobotan dan memiliki bukti terhadap kepemilikan sah tanah yang mereka kuasai.
“Jadi yang kedua apakah Pemda betul melakukan perampasan tentu harus dilakukan check and reject untuk musyawarah mufakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Legislator yang konsen dengan persolan mapiya tanah di NKRI itu memandang Pemkab Monokwari , seharusnya menanggapi tudingan ini untuk memastikan keadilan dan keabsahan kepemilikan tanah ditujukan. Ia menyebut, masing-masing membuktikan bisa menunjukkan bukti-bukti kepemilikannya dari masing-masing yang punya tanah.
“Kalau seandainya pihak Pemda tidak mampu menjelaskan dan tidak bisa memberikan bukti yang sah maka sudah barang tentu terduga sebagai perampas terhadap hak orang lain,” tandasnya.
Guspardi juga mengkritik peran pusat dalam memastikan penegakan hukum dan keadilan terkait kasus sengketa tanah di daerah-daerah seperti Manokwari. Menurutnya, perlu ada tindakan legislatif atau pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah dan menangani konflik tanah serupa di masa depan.
“Diperlukan tindakan legislatif atau pengawasan yang lebih ketat terkait penanganan kasus ini. Penegak hukum harus bisa mengurai dengan melakukan penyidikan dan penyelidikan benarkah ini penyerobotan atau bagaimana kasusnya,” paparnya.
Guspardi meminta agar setiap pihak yang terlibat dapat membuktikan kepemilikan tanah dengan bukti yang sah. Jika terbukti penyerobotan, ia menegaskan bahwa hal tersebut harus diselesaikan melalui proses hukum.
Berita sebelumnya, Oknum warga dan Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Manokwari, Provinsi Papua Barat, dihadapkan pada tudingan penyerobotan tanah milik Ahli Waris Almarhum Charles Siatmiko Hendratno. Kuasa hukum, Aloisius Gago, mengungkapkan bahwa tanah 115 Hektar, yang terletak di Desa Masiepi Distrik Manokwai Selatan, telah diambil alih oleh Pemkab meskipun sudah dimiliki oleh Almarhum Charles Siatmiko Hendratno dan istrinya, Theresia Tandriani.
Aloisius Gago menyampaikan tanah tersebut telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Pelepasan Adat. Namun, Pemkab disebut-sebut telah menguasai penuh tanah tersebut, bahkan melakukan penyerobotan dan merusak tanaman yang ditanam oleh Almarhum sejak tahun 1974.
Aloisius, menyebut tindakan penyerobotan dilakukan oleh sekelompok oknum masyarakat sekitar bulan Agustus 2002.
“Mereka menebang pohon dan membangun 40 unit rumah di atas tanah yang seharusnya dimiliki oleh Almarhum Charles Siatmiko Hendratno. Tanah tersebut, yang memiliki sertifikat atas nama Theresia Tandriani, istri Almarhum, dengan luas 84.291 m2,” kata Aloisius, Minggu, (25/11/2023).
Aloisius menduga Pemkab Manokwari menggunakan tanah tersebut untuk pemukiman dan membangun fasilitas umum tanpa izin, termasuk Balai Desa dan kuburan tanpa persetujuan ahli waris.
“Almarhum Charles Siatmiko Hendratno diklaim telah berusaha mengadukan masalah ini kepada pihak berwenang, namun tidak mendapat respon,” ujarnya.
Pada pertemuan tahun 2019, Pemkab Manokwari disebut tidak menyinggung permasalahan Sertifikat Hak Milik yang dimiliki oleh Almarhum Charles Siatmiko Hendratno. Ia menduga tanah 115 H, bahkan telah dijadikan desa yang dinamai Desa Masyepi, yang jelas merugikan ahli waris.
Dugaan penyerobot lahan 115H Warga dan Pemkab Monokwari Aloisius mengestimasi kerugian yang dialami kliennya akibat perbuatan oknum masyarakat dan Pemerintah mencapai Rp.44.473.900.000,-. Setelah meninggalnya Almarhum Charles Siatmiko Hendratno pada Maret 2021, anaknya, Rixon Hendratnoputra, melalui kuasa hukum, terus memperjuangkan hak milik orang tuanya.
Proses hukum yang dilakukan melibatkan pengaduan kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dan Kepala Kepolisian RI. Namun, proses tersebut dianggap lambat dan merugikan klien.
Sementara Chandra Goba mengatakan bahwa ada indikasi penyalahgunaan keuangan negara oleh Pemda dengan melakukan pembayaran kepada pihak yg bukan pemegang SHM, atas penerbitan Sertipikat Hak pakai No 44. Ia menilai ada indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pemda dan BPN setempat atas tebitnya Sertipikat hak pakai di atas Sertipikat hak milik kliennya.
“Ada indikasi penyerobotan lahan yang dilakulan oleh Pemda dan masyarakat setempat yang saat ini mendiami lahan tersebut,” kata Chandra.
Lebih dari itu, Dirinya menyebut Ditjen Sengketa Kementerian ATR/BPN RI baru-baru ini melakukan penelitian lapangan terhadap tanah objek sengketa.
‘Prodes ini masih berlanjut dan menunggu ekspose hasil penelitian,” ujarnya.
Sementara, Semar Dju, kuasa hukum ketiga, mengkritik lambatnya penanganan sengketa oleh Ditjen Sengketa Kementerian ATR/BPN RI. Meskipun Menteri ATR/KBPN Bapak Hadi Tjahjanto menyerukan penyelesaian cepat konflik pertanahan, kasus ini dianggap sebagai contoh penanganan yang lamban dan merugikan.
Ketiga kuasa hukum bersama-sama mengadukan kasus ini ke Presiden dan Menteri ATR/KBPN RI untuk membatalkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No.44 milik Pemerintah Daerah Manokwari serta meminta ganti rugi kepada kliennya. Mereka berharap agar proses penyelesaian dapat dipercepat untuk keadilan dan pemulihan hak milik yang sah. (*)