Putusan MK Mengikat dan Demokratis
Toenjes Swansen Maniagasi, S.H
Direktur Eksekutif Komunitas Demokrasi (KODE) Papua
Setiap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) final dan mengikat, yang wajib dihormati oleh semua pihak. Sekalipun putusan itu menimbulkan beragam pendapat – penolakan. Apa yang dilakukan oleh MK dengan mengubah ketentuan Pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus berusia paling rendah 40 tahun tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, membolehkan setiap warga negara yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden dengan syarat memiliki pengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan yang dipilih melalui Pemilu”.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah memberikan kepastian hukum. Kalau kemudian ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan mengatasnamakan demokrasi, maka putusan tersebut juga demokratis.
Menegakkan hukum adalah inti dari pemerintahan yang adil dan demokratis. Putusan MK adalah bentuk perlindungan yang melibatkan kepentingan seluruh masyarakat dan negara.
Tuntutan pencabutan putusan MK tentang batas usia Capres dan Cawapres oleh Majelis Kehormatan MK tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam UUD 1945. Oleh karenanya, tidak mungkin Majelis Kehormatan mencabut putusan tersebut.
Pengadilan etika yang saat ini sedang berproses oleh Majelis Kehormatan MK tidak memiliki kewenangan untuk mencabut putusan MK Nomor 90 karena tidak ada dasar hukum yang bisa dirujuk. Dukungan untuk pencabutan ini seharusnya tidak diterima.
Pewacanaan hak angket oleh DPR RI atas putusan tersebut juga tidak memiliki dasar yang kuat. Singaktnya wacana hak angket DPR seharusnya tidak mempengaruhi putusan Majelis Kehormatan MK yang akan di umumkan pada 7 November. Prosesnya harus transparan untuk menghindari ketidakjelasan yang merugikan masyarakat.