Oleh : Denny Alan Pakiding
Secara KBBI, dinasti merupakan arti kata dari /di·nas·ti atau keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga. Tentu ini menjadi satu kata yang seminggu belakang ini menjadi trend dalam hiruk – pikuk dalam kontestasi politik yang ada di Indonesia ini.
Sejarah dunia telah mencatat bahwa kekuasaan yang “diberikan” kepada keturunan raja yang sangat tidak menggambarkan etika politik dan semangat demokrasi hari ini. Sehingga, menjadi penting untuk dihentikan praktiknya dalam kontestasi politik di zaman ini. Makanya pemimpin itu harus “dipilih secara langsung”. Pertanyaannya apakah dalam system demokrasi di Indonesia hari ini masih mewariskan semangat pemilihan pemimpin tidak secara langsung ?
Sebelum membahasnya terlalu jauh, saya mau ingin mengantar kita semua bahwa Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Artinya mau dia keturunan pemimpin atau bukan keturunan pemimpin, haknya dalam Undang – undang relatif sama yakni “dipilih dan memilih”
Gambaran hak politik dari dua pasal diatas memberi kesetaraan setiap orang dihadapan hukum dan politik. Itulah makanya dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang kesetaraan hak Politik pada Pemilihan Kepala Daerah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada satu Judicial Review tahun 2015 lalu, jauh sebelum Dinasti Politik yang dituduhkan ini kepada pak Joko Widodo.
Jadi, politik dinasti yang dituduhkan secara keji menurut saya tidaklah pas ketika disematkan kepada Pak Presiden Joko Widodo. Sebab keterbukaan informasi dan pemilihan pemimpin secara langsung sangat menutup ruang kompromistis dan pola kecurangan kepada semua orang yang mengikuti kontestasi pilpres ini sekalipun itu anak Presiden itu sendiri.
Dalam putusan MK terbaru tentang pembatasan umur terhadap setiap calon presiden dan calon wakil presiden, sebenarnya memberi 2 standar. Yang pertama standar umur minimal 40 tahun, dan yang kedua standar pernah dipilih langsung sebagai kepala daerah atau pemilihan legislatif. Artinya ada standar kemampuan dan pengalaman dalam frasa baru yang ditambahkan dalam UU tersebut. Jadi, diskusi yang paling menarik dalam pertarungan Pilpres kali ini adalah gagasan dan pengalaman apa yang dibawa setiap paslon. Sehingga iklim pertarungannya sejuk dan terhindar dari perpecahan sesama anak bangsa. Stop Kampanye Negatif, Stop Kampanye Hitam. Salam Kewarasan.