Siaranindonesia.com – Presiden Joko Widodo melarang para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri serta kepala badan atau lembaga termasuk pejabat ASN untuk menggelar buka puasa bersama selama Ramadan tahun ini.
Ketua Umum Masyarakat Pesantren KH Hafidz Taftazani mendukung larangan bukber bagi pejabat negara dan ASN. Ia menilai, larangan yang dikeluarkan oleh Jokowi tersebut sangat bijak dan sesuai dengan prinsip islam yang melarang menghambur-hamburkan harta dan hidup boros.
Menurut Kiyai Hafidz, tradisi buka puasa bersama merupakan tradisi yang ada pada masa orde baru, dimana buka puasa bersama dilakukan karena usai menjalankan ibadah puasa dan tidak ada kaitannya dengan menjalankan syariat agama. Jika pemerintah dinilai melawan syariat maka hal itu tidaklah benar.
“Pemerintah dinilai melawan syariat islam karena melarang buka puasa bersama maka hal itu tidaklah benar karena buka puasa bersama bukan syariat Islam. Tradisi buka puasa bersama baru ada, sebelumnya tidak ada. Dulu buka bersama dilakukan di masjid-masjid. Kemudian habis buka, sholat Maghrib berjamaah, sholat Isya dan tarawih. Bukan buka puasa terus bubar,” ujar Kiyai Hafidz.
Disisi lain, menurut Kiyai Hafidz, tujuan daripada buka puasa bersama yang dilakukan oleh ASN dan pejabat pemerintah tidak memiliki efek dan tujuan yang pasti selain hanya untuk makan dan minum yang notabene bisa dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga.
“Buka puasa bersama tujuan atau efek yang didapat itu apa?. Kalau ada yang bisa menghitung, berapa miliar anggaran buka puasa bersama mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/ kota, pemerintah daerah,para menteri hingga kepala lembaga pemerintah. Tentu ini sangat banyak dan pemborosan uang negara,” papar Pimpinan Pondok Pesantren Darul Ulum-Darul Quro Cilacap.
Kiyai Hafidz juga tidak yakin jika pemerintah menyediakan anggaran khusus untuk pelaksanaan buka puasa bersama, baik anggaran APBN ataupun APBD. Sehingga, anggaran buka puasa bersama dapat dikategorikan sebagai bentuk koruptif.
“Kalau tidak ada pagu anggarannya untuk acara buka puasa bersama, kenapa bisa dianggarkan?. Tentu ini harus diperhatikan karena bisa menjurus ke perbuatan korupsi,” ucap Kiyai Hafidz.
Dinegara-negara Islam, menurut Kiyai Hafidz, buka puasa bersama dilakukan di masjid-masjid atau mushola-mushola, setelah itu mereka melakukan sholat Maghrib berjamaah, sholat Isya hingga sholat tarawih berjamaah.
“Apakah di negara kita seperti itu? Kebanyakan buka bersama ditempat yang mewah dan setelah buka puasa, apakah mereka sholat berjamaah, sholat tarawih berjamaah hingga mendengarkan ceramah, tentu ini juga harus menjadi perhatian semua pihak,” ucapnya.
Anggaran buka puasa bersama juga dinilai Kiyai Hafidz sebagai bentuk pemborosan apalagi jika dalam pelaksanaanya ada mark up harga belanja yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Kiyai Hafidz juga menyoroti kesenjangan antara kehidupan pejabat dan rakyat. Dimana, pernyataan Presiden Jikowi selalu bikin iri masyarakat yang bukan ASN. Dimana gaji ASN tiap tahun naik, sebentar-sebentar gaji naik, ada gaji 13, ada gaji 14, ada anggaran pensiun, ada tunjangan ini dan itu. Sedangkan gaji swasta hampir lima tahun saja tidak pernah naik.
Dimasa transisi usai pandemi covid-19, Kiyai Hafidz meminta para pejabat ASN untuk senantiasa membantu masyarakat yang kesusahan ekonomi karena dampak pandemi yang dirasakan masyarakat belum teratasi dengan baik.
“Pejabat negara, ASN dan lainnya yang sudah memiliki gaji besar, THR atau gaji ke-13 sebaiknya disisihkan untuk membantu masyarakat yang sedang terdampak krisis akibat pandemi, tentu harapannya agar perekonomian masyarakat bawah bisa hidup dan berkembang,” jelasnya.
Kiyai lulusan Ummul Quro Makkah ini pun berharap, para pejabat negara termasuk ASN harus memperhatikan kehidupan masyarakat yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga gaya hidup hedon, berfoya-foya harus dihindari.
Disisi lain, situasi pasca pandemi covid-19 juga harus menjadi perhatian pemerintah dalam menanggulangi krisis ekonomi yang dirasakan oleh lapisan masyarakat.
“Lebih baik digunakan untuk membantu yang membutuhkan, digunakan untuk menolong yang memerlukan daripada untuk berfoya-foya dan hidup hedon dengan tanpa tujuan yang jelas,” pungkasnya.