Pengasuh Pesantren A.P.I berinisial M di desa Wonosigro, Kec. Gombong, Kab. Kebumen, Jawa Tengah dilaporkan kepada polisi terkait dugaan asusila terhadap sejumlah santrinya sendiri. Ia di masyarakat dikenal sebagai kyai yang ahli dalam ilmu hikmah.
Oknum berinisial M juga dikenal aktif diundang unruk mengisi pengajian-pengajian di lingkungan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi Islam terbesar di Indonesia di wilayah Kebumen. Menurut sejumlah kalangan, ia juga merupakan alumni pesantren yang cukup ternama di Magelang.
BERITA TERKAIT : Pesantren-Pesantren Tua di Kebumen Banyak yang Belum Berizin
Kepala Desa Wonosigro, Gombong, Waluyo kepada awak media tidak menampik adanya dugaan kasus pencabulan yang terjadi di lingkungan pesantren yang berada di desanya. Dugaan pencabulan ini bahkan sempat ramai menjadi perbincangan warga. Dalam beberapa kesempatan pemerintah desa (pemdes) telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menelusuri dugaan kasus tersebut.
“Info dari masyarakat sampai ke aparat desa kemudian ke saya. Polsek Gombong juga sudah datang mengklarifikasi,” jelasnya, saat ditemui awak media kemarin.
Waluyo mengungkapkan, pengasuh pesantren itu sempat datang ke kantor desa. Saat itu, M mengakui perbuatannya. Ia mengaku khilaf. Berdasarkan keterangan yang didapat, modus terduga pelaku dalam melancarkan aksi ini dengan memberikan rapalan doa sambil melucuti baju korban.
“Pak kyai menyampaikan dia itu khilaf. Intinya santri disebut tapi dibuka bajunya. Dia juga sempat menyampaikan maaf ke saya,” terangnya.
Kasus ini terungkap begitu keluarga korban melaporkan tindakan tak senonoh tersebut ke kepolisian. Setidaknya sudah ada sejumlah santriwati yang berani melapor atas aksi bejat oknum pengasuh pesantren tersebut. Masing-masing santriwati berasal dari Makasar, Sulawesi Selatan, kemudian satunya dari Kecamatan Rowokele, Kebumen.
Terpisah, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Dinsos Kebumen Marlina Indrianingrum membenarkan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pengasuh pesantren di Gombong. Mendapati laporan itu pihaknya juga tidak tinggal diam. Sejauh ini koordinasi lintas sektoral terus dilakukan agar kasus tersebut bisa segera diproses.
“Kasus masih diproses dengan polres juga. Sudah koordinasi dengan Kemenag juga,” jelas Marlina saat dikonfirmasi.
Marlina mengungkapkan, dalam proses penanganan perkara sempat ada sedikit hambatan karena korban masih takut untuk melapor. Meski begitu, pihaknya akan tetap mengawal kasus tersebut sampai nantinya menemui titik terang.
“Korban tidak berani melapor karena pada takut. Masih ada pendampingan dari psikolog,” ucapnya.
Tak hanya itu, pihaknya terus memantau dan mendampingi untuk memastikan kondisi psikologi korban. Pendampingan tersebut tidak lain sebagai bagian mengembalikan atau pemulihan mental korban.
“Tetap kami dampingi terus bersama psikolog. Urusan wilayah kami memang dengan korban,” katanya.
Sebagai informasi, sebelumnya hanya beberapa korban yang berani melapor. Namun pasca kasus ini terungkap ke publik, barulah korban lain ikut menyusul dengan membuat laporan ke polisi. Hal itu disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Dinsos Kabupaten Kebumen Marlina Indrianingrum. Menurutnya, hingga kini sudah ada delapan korban yang memberanikan diri untuk mengadukan ke pihak kepolisian.
“Ya mas, sampai hari ini sudah ada delapan korban yang mengadukan ke Polres Kebumen. Dan kami siap mendampingi sampai selesai,” terang Marlina kepada wartawan, Kamis (1/12/2022).
Marlina menjelaskan, para korban terbaru tersebut sempat enggan untuk melaporkan. Mereka takut lantaran mendapat intimidasi dari pihak terduga pelaku berinisial M. Atas hasil koordinasi lintas instansi, akhirnya korban bersama keluarga memutuskan untuk melapor ke polisi.
“Awalnya mereka (korban) enggan untuk melaporkan ke polisi, anak-anak ini tadinya merasa ketakutan, karena ada ancaman dan intimidasi. Tapi lambat laun mulai terungkap sampai saat ini,” jelasnya.