Siaranindonesia.com – Awal mengajar menjadi guru agama di SMA Negeri 2 Semarang, pada 2015 Ahmad Munif hanya digaji kisaran Rp 1 juta. Dia bahkan pernah mengalami gaji Rp 150.000 per bulan ketika mengajar di sekolah swasta.
“Saya harus menambal kebutuhan dengan mengajar les agama dan IT sepulang sekolah,” ungkapnya.
Sesudah Pemprov Jateng berinisiatif meningkatkan derajat kesejahteraan guru honorer atau guru tidak tetap (GTT) di semua SMAN/SMKN pada 2019 akhir, dengan menyetarakan gaji terhadap UMK daerah, Munif sangat bersyukur.
Semenjak awal Munif memang telah bertekad mengabdikan diri dan mengamalkan ilmu agama yang dimilikinya. Namun dengan kebijakan tersebut, kerja para guru honorer lebih dihargai serta dipertimbangkan.
Guru seperti Munif, sekarang bisa menabung buat biaya pendidikan anaknya yang nantinya beliau harapkan akan terjun di bidang kedokteran.
“Untuk masuk kedokteran itu kan bisa sampai Rp 500 juta, jadi saya dan istri harus nabung dari sekarang” terang ayah dengan satu anak itu.
Sekarang dia juga bisa merintis usaha sampingan berupa jasa multimedia. Mulai dari foto dan video wedding hingga digital marketing. Rencananya dia juga akan merambah jasa layanan streaming.
Sebelumnya, dengan gaji Rp 1 juta, Munif mengaku hanya cukup untuk bertahan hidup. Sementara untuk menyisihkan tabungan dia sangat kesulitan.
Dalam satu minggu, dia harus mengajar les privat di luar jam sekolah sebanyak 3 murid. Masing-masing diajari sebanyak dua kali dalam seminggu. Terdakang dia pulang jam 9 malam lantaran jadwal mengajar les berentetan.
“Istri kerja jadi guru BK di SMK Perdana Gayamsari, tapi semua urusan keuangan dan tabungan saya serahkan istri,” imbuhnya.
Setelah upahnya sebagai GTT setara dengan UMK Semarang, Munif sedikit lebih lega. Dia memiliki banyak waktu untuk keluarga.
Kemudian pada akhir 2019 dia mulai membeli satu kamera digital profesional. Munif merintis usaha sampingan dengan waktu yang lebih fleksibel.
Dia mulai membuka kantor jasa multimedia di rumahnya. Dia bahkan menggandeng beberapa orang menjadi anggota krunya.
Seiring berjalannya waktu, dia bisa menambah investasi alat. Khususnya saat sebelumnya pandemic yang dirasa tak sepadat pembelajaran tatap muka.
Meski berhasil merintis usaha, dia tak mengesampingkan urusan mengajar. Disebutkan, dalam seminggu Munif mengajar sampai 36 jam pelajaran.
Dia bahkan terpilih menjadi guru penggerak kurikulum merdeka angkatan ke-7. Sekolahnya memiliki dua perwakilan guru penggerak.
Namun Munif menjadi satu-satunya guru agama di Angkatan tersebut.
Sementara itu, Munif berharap pemerintah Kembali membuka seleksi PPPK. Posisinya sebagai guru honorer membuatnya cemas akan hari esok.
Pasalnya pada seleksi P3K sebelumnya tak ada satu pun formasi guru agama. Padahal kebutuhan guru agama terbilang banyak.
“Sangat disesalkan guru agama pembukaan formasinya untuk provinsi SMAN dan SMKN di semarang tidak ada, padahal itu bisa dikatakan harapan baru bagi kami,” terangnya warga Pedurungan itu.
Dia sempat berkecil hati saat rekan guru yang terbilang baru masuk SMAN 2 sudah bisa bergabung ke P3K melalui tes. Sedangkan kesempatan tak terbuka untuknya dan guru agama lainnya.
Lalu menanggapi wacana penghapusan guru dan pegawai honorer, dia berharap agar dirinya dan pegawai lainnya bisa diangkat menjadi P3K.
Sementara untuk peningkatan kualitas pendidik, bisa dengan diupayakan dengan pelatihan, seminar, dan program lainnya.
“Mengingat pengabdian mereka yang begitu besar, dengan gaji yang dulunya sama pekerja pabrik juga kalah,” ungkapnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga sempat angkat bicara terkait hal itu. Dia rasa perlu disediakan ujian khusus saat penerimaan PPPK untuk para honorer yang sudah lama mengabdi.
Karena mereka sudah punya skill, sudah punya keahlian yang memang benar-benar manfaat dalam ruang kerja.
“Pemda memang berharap agar ada ruang untuk tetap mengakomodasi tenaga honorer dengan tenaga tertentu,” tutur Ganjar saat kunjungan anggota DPR RI Komisi IX ke kantornya pertengahan September lalu.
Menurut Ganjar, guru honorer yang sudah lama mengabdi tidak bisa disamakan seleksinya dengan fresh graduate. Namun diutamanan seleksi terhadap skill atau keterampilan yang sudah dikuasai di lapangan selama ini.
Sebagai informasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng mencatat, saat ini di Jateng terdapat GTT yang bernaung di bawah APBD sejumlah 6.006 guru.
Lalu pegawai honorer atau tidak tetap sebanyak 7.931 orang yang tersebar di 35 kabupaten kota. Sementara guru yang sudah P3K sebanyak 5.788 guru.
“Kalau memang kebijakan (penghapusan honorer) belum siap dan matang jangan tergesa-gesa, nasib orang banyak dan anak didik dipertaruhkan,” harap Munif.