Jalan Terjal Bahan Bakar Minyak 

- Jurnalis

Selasa, 6 September 2022 - 22:15 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jalan Terjal Bahan Bakar Minyak

Denny Alan Pakiding

(Aktivis Pemerhati Sosial – Demokrasi)

 

Sabtu 3 September 2022 Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengumuman kemudian dilanjutkan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif yang merinci angka kenaikan tersebut yaitu BBM bersubsidi Pertalite dinaikkan dari Rp7.650 menjadi Rp10.000 dan solar dari Rp5.150 menjadi Rp6.800, selain kenaikan dua BBM bersubsidi, harga Pertamax juga dinaikkan menjadi Rp14.500 dari harga awal Rp12.500. Jika diperhatikan Pertalite dan Solar mengalami kenaikan sebanyak 30% sementara Pertamax 16%.

Perlu digarisbawahi bahwa selama pemerintahan Presiden Joko Widodo kenaikan BBM telah dilakukan sebelumnya pada tahun 2014, kemudian pada bulan Maret 2015, selanjutnya 2018 dan terakhir pada bulan April 2022. Meski terhitung telah empat kali menaikkan harga BBM, namun juga perlu dicatat bahwa pemerintah juga pada beberapa kesempatan menurunkan harga BBM yaitu pada 1 Januari 2015, 19 Januari 2015 dan 1 April 2016. Naik-turunnya BBM selama tujuh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo selalu dilandasi dengan alasan mengikuti fluktuasi harga minyak dunia serta beban subsidi yang perlu disesuaikan. Agar memahami mengapa harga BBM bisa fluktuatif dan apa sesungguhnya makna dari subsidi perlu diketahui alur dari produksi BBM. Perlu dipahami bahwa BBM yang digunakan oleh masyarakat hari ini berasal dari minyak mentah yang perlu melewati berbagai proses pengolahan terlebih dahulu agar siap digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dan tidak begitu saja diambil dari dalam bumi namun ada berbagai proses mulai dari drilling atau pengeboran hingga refinering atau pengilangan, lebih lanjut tidak semua minyak yang digunakan oleh Pertamina berasal dari dalam negeri, karena besarnya kebutuhan masyarakat akan BBM maka Pertamina juga harus mengimpor beberapa persen dari kebutuhan minyak tersebut dari luar negeri.

Karena perlu mengimpor dari luar negeri maka tentu pemerintah melalui Pertamina perlu membayar kepada produsen minyak dan karena produksi minyak tersebut perlu melewati beberapa proses maka tenaga kerja yang bekerja dibalik setiap proses tersebut serta alat yang digunakan beserta biaya operasionalnya pun perlu dibayarkan. Maka harga minyak yang dibayarkan oleh konsumen sesungguhnya bukan sekedar membayar “minyak” nya saja namun termasuk juga membayar segenap proses yang telah dilewati hingga minyak tersebut siap dikonsumsi menjadi BBM. Maka, jika harga minyak dari produsen naik tentu pemerintah Indonesia, dalam hal ini sebagai konsumen minyak mentah perlu membayar lebih kepada si “produsen minyak.” Hari ini karena beberapa faktor khususnya konflik di Ukraina dan Rusia harga minyak mentah dunia melambung dengan cukup tinggi menyebabkan konsumen perlu membayar lebih tinggi dari biasanya, nah kenaikan harga minyak mentah ini tentu akan mengakibatkan domino effect kepada harga BBM yang notabene bersumber dari minyak mentah.

Maka sesungguhnya jika Pertamina ingin menentukan harga BBM dengan mengikuti perkembangan harga minyak dunia, BBM hari ini akan naik lebih dari 30% dan mungkin dapat berubah-ubah dalam rentang waktu yang tidak pasti, oleh karena itu pemerintah perlu memberikan subsidi agar ada kepastian harga BBM dan masyarakat tidak disulitkan dengan naik-turunnya harga BBM jika harga minyak dunia berfluktuasi. Lalu apa makna dari subsidi itu? Secara sederhana subsidi berarti sejumlah uang atau dana dari pemerintah untuk menanggung beban harga dari suatu komoditas dengan tujuan agar harga tersebut lebih terjangkau, maka subsidi BBM berarti sejumlah uang yang dibayarkan kepada produsen minyak dunia oleh pemerintah agar masyarakat tidak sepenuhnya menanggung beban pembayaran BBM.

Dalam teori ekonomi makro, subsidi seharusnya diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan atau sasaran subsidi, yang menjadi masalah dalam konteks BBM, BBM bersubsidi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah juga turut digunakan oleh masyarakat menengah ke atas, bukti sederahan dapat terlihat dengan betapa mudahnya BBM bersubsidi yaitu Pertalite habis di berebagai SPBU. Karena konsumsi BBM yang kini cukup off-side ditambah dengan adanya kenaikan harga minyak dunia maka beban anggaran pemerintah yang digunakan untuk mensubsidi BBM pun membengkak, membuat pemerintah menjadu cukup kesulitan dalam mengatur beban anggaran tersebut. Maka pemerintah pun memutuskan langkah yang tepat adalah menaikkan harga BBM.

Keputusan pemerintah dalam menaikkan harga BBM ini dibarengi dengan keputusan Presiden untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat, langkah ini diharap dapat menjadi stimulus bagi masyarakat yang terkena dampak kenaikan BBM.

Kita dapat memahami alasan pemerintah hari ini menaikkan BBM, namun di sisi lain pemerintah juga perlu menyiapkan langkah konkrit dan jangka panjang agar harga BBM tidak terus menerus dinaik-turunkan. Pertama Indonesia harus mulai dengan serius memaksimalkan potensi untuk memproduksi minyak sendiri agar tidak terus bergantung pada impor minyak, kedua selain minyak Indonesia perlu memikirkan untuk beralih ke energi baru terbarukan atau menggunakan minyak B20 (yang bersumber dari tanaman Sawit). Stimulus pemerintah agar masyarakat menggunakan kendaraan listrik harus dimulai agar secara perlahan masyarakat meninggalkan kendaraan yang menggunakan BBM, karena perlu disadari bahwa konsumsi terbesar BBM hari ini bersumber dari kendaraan bermotor. Secara sederhana langkah ini dapat dimulai dengan membuat produksi kendaraan listrik macam Tesla dan Hyundai di Indonesia agar masyarakat memiliki insentif untuk mulai menggunakan kendaraan listrik.

Riuh-rendah yang terjadi hari ini karena masalah BBM sesungguhnya terjadi karena sejak dahulu pemerintah Indonesia tidak secara serius menggarap peralihan energi dari yang berbasis fosil (fossil fuel) seperti BBM ke energi terbarukan, oleh karena itu belajar dari berkali-kali naik turunnya BBM, pemerintahan Presiden Joko Widodo perlu menyiapkan langkah untuk beralih ke energi terbarukan agar di masa depan masyarakat tidak selalu dibuat panik dengan berita kenaikan BBM dan agar pemerintah tidak kesulitan dalam menanggung beban anggaran untuk mensubsidi BBM.

Komentar Facebook

Berita Terkait

Masa Depan Demokrasi Keerom Pasca Pilkada 2024
Pengamat : Elektabilitas Paslon Didukung Kekuasaan Bertumbangan, Publik Makin Cerdas Berpolitik
Sujud & Cabup Kebumen Arif Sugiyanto Bisa Potensi Kena UUITE
Hati-Hati, Bansos Jadi Alat Politik di Pilkada Kebumen!
UMKM di 2024 Harus Memiliki Straregi Bisnis yang Dinamis dan Responsif
Jalan Sepi Dasco
Ngerahul 6
Ingin Rumah Aman saat Ditinggal Mudik? Ini Tipsnya

Berita Terkait

Minggu, 8 Desember 2024 - 21:03 WIB

Prabowo Tegaskan PPN 12% Hanya untuk Barang Mewah: Kita Tetap Lindungi Rakyat Kecil

Minggu, 8 Desember 2024 - 19:13 WIB

LD PBNU dan LTM PBNU Gelar Standardisasi Kompetensi Imam dan Khatib Jumat Angkatan Ke-5

Minggu, 8 Desember 2024 - 16:18 WIB

KH Hafidz Taftazani: Dinamika Dakwah di Era Digital, Pentingnya Sertifikasi Dai dan Penceramah

Minggu, 8 Desember 2024 - 16:14 WIB

Tokoh Agama Budha Dukung Gus Farkhan Pengganti Gus Miftah

Minggu, 8 Desember 2024 - 13:45 WIB

KOPI Maju Dorong Gus Farkhan Sebagai Figur Muda yang Kompeten untuk Pimpin Bidang Keagamaan

Minggu, 8 Desember 2024 - 13:20 WIB

Gus Muwafiq dan Pengasuh Ponpes Al Istiqomah Sebut Gus Farkhan Cocok Gantikan Gus Miftah

Sabtu, 7 Desember 2024 - 06:57 WIB

Sosok Gus Farkhan Cocok Sebagai Utusan Khusus Presiden Pengganti Gus Miftah

Sabtu, 7 Desember 2024 - 01:47 WIB

Sejumlah Kiyai dan Pimpinan Pondok Pesantren Dukung Sosok Ini Jadi Pengganti Gus Miftah

Berita Terbaru

Nasional

Tokoh Agama Budha Dukung Gus Farkhan Pengganti Gus Miftah

Minggu, 8 Des 2024 - 16:14 WIB