Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok

- Jurnalis

Kamis, 2 Juni 2022 - 11:38 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Siaranindonesia-Arnold J Toynbee (w 1975), seorang sejarahwan Inggris, dalam bukunya A Studi of History menyatakan bahwa peradaban yang gilang-gemilang lahir bukan dari kelompok mayoritas atau superior, tapi dari kelompok minoritas. Kelompok minoritas ini bangkit karena terjepit, terpinggir dan dipinggirkan secara ekonomi, politik, dan peradaban. Kelompok inilah yang disebut creative minority.

Dalam kehidupan umat Islam masa awal, creative minority itu adalah Nabi dan para sahabat yang tinggal di Mekah sebagai minoritas dan berhadapan dengan orang kafir Quraisy yang mayoritas. Pada masa ini Nabi dan para sahabat berusaha bangkit kendati diboikot, diintimidasi, bahkan akan dibunuh.

Sebagai kelompok creative minority Nabi berhasil melakukan perubahan besar-besaran pada aspek akidah, ibadah, dan akhlak masyarakat Arab dari politeisme kepada monoteisme, dari menyembah berhala kepada menyembah Allah, dari akhlak madzmumah kepada akhlak mahmudah.

Dalam perspektif al-Qur’an, creative minority itu dapat ditemui dalam firman Allah, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran/3: 104).

Dalam konteks saat ini, creative minority itu adalah para guru, ustadz, kiyai, dan da’i yang memang berjumlah sedikit tapi terus kreatif melakukan dakwah dan pengajaran kepada masyarakat. Oleh karena itu aktifis dakwah harus terus bersilaturahmi, bersinergi, dan berkolaborasi untuk menjaga agama (himayatuddin), menjaga masyarakat (himayatul ummah), dan menjaga negara (himayatuddaulah).

Agama hari ini mendapatkan tantangan hebat dari mereka yang berpikiran liberal di satu sisi dan radikal di sisi lainnya. Padahal watak agama adalah moderat. Tantangan lain agama adalah dari mereka yang disebut kaum nativis, dimana Islam, misalnya, harus dikembalikan ke negeri asalnya, yakni Arab. Sebab sebelum kedatangan Islam dari Arab, Indonesia dianggap sudah punya agama asli tersendiri. Tentu argumen ini tidak berdasar.

Di Arab Nabi sebagai kelompok creative minority berhasil bangkit. Bahkan orang kafir Quraisy terperanjat pada saat tokoh sekaliber Abu Bakar dan Umar mengikuti jejak sang Nabi. Sejak saat inilah, orang kafir mulai melakukan negosiasi kepada Nabi dengan mendekati paman beliau, yakni Abu Thalib agar bersedia menghentikan laju kreatif dakwah. Nabi akan diberikan harta dan wanita apabila bersedia berhenti berdakah.

Jawaban Nabi ternyata berbeda dengan yang diharapkan orang kafir Quraisy. Ibnu Hisyam dalam sirahnya menggembarkan hal itu, “Wahai pamanku, andai mereka menghadiahkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku berhenti berdakwah, aku tidak akan berhenti, sampai Allah memenangkan dakwah atau aku binasa di jalan dakwah”.

Kedua, juru dakwah sebagai creative minority harus menjaga masyarakat (himayatul ummah) dari berbagai tipu daya dan angkara murka. Mengenai hal ini, Nabi telah membuat prediksi, misalnya, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara”. Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur mengenai urusan publik” (HR. Ibnu Majah).

Ketiga, sebagai creative minority yang harus diperjuangkan para dai adalah menjaga negara (himayatuddaulah) dari rongrongan kaum kapitalis yang liberalis dan kaum sosialis yang materialis. Dalam konteks ini, dakwah ekonomi menemui tantangan utamanya.

Untuk bisa bangkit dari belenggu kapitalis dan sosialis, kita justru harus belajar dari mereka baik dalam konteks perbankan, elektronik, otomotif, kedokteran, dan juga militer. Maksudnya kita tidak harus melulu jadi sasaran pasar produk mereka. Kita harus berubah dari mengimpor produk jadinya kepada mengimpor filosofinya agar kita bisa mandiri dan menggunakan produk anak negeri.

Semua itu bisa dilakukan oleh kelompok creative minority dengan tetap melakukan silaturahmi, bersinergi, dan berkoraborasi dengan creative minority lain dalam disiplin ilmu dan perjuangan yang beraneka rupa.

Komentar Facebook

Berita Terkait

Kemenag Jelaskan Tidak Ada Jemaah Haji Reguler Nol Tahun Berangkat
Ketum BMI Berikan Ucapan Selamat Ulang Tahun ke-23 Partai Demokrat
Pencapaian Transformasi Ekonomi Jokowi: Wujudkan Kedaulatan Pangan dan Pembangunan Infrastruktur
Selamat! Geopark Kebumen Akhirnya Masuk UNESCO Global Geopark
Inilah Para Juara SIC Batch 5: Inovasi AI dan IoT Buatan Anak Bangsa
Garuda Indonesia Layani Penerbangan Kenegaraan Paus Fransiskus Menuju Papua Nugini
GPBI Tetapkan Solihin Sebagai Ketua Pimpinan Daerah GPBI Jakarta
Wakil Ketua LSM GEARAM Nilai Perda Tataruang Kabupaten Cirebon Berpotensi Cacat Hukum

Berita Terkait

Sabtu, 7 September 2024 - 19:44 WIB

Soto Segeer Mbok Giyem Didatangi Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka 

Kamis, 1 Agustus 2024 - 21:18 WIB

Hut Mexolie ke 7 Bakal Gelar Color Run Berhadiah Sepeda Motor

Sabtu, 20 Juli 2024 - 09:37 WIB

Menjelajahi Pesona Balkan: Liburan Penuh Sejarah, Budaya, dan Alam yang Memukau

Kamis, 11 Juli 2024 - 17:57 WIB

Paksi Tours Tawarkan Jelajah Wisata Halal ke Amerika Serikat

Selasa, 9 Juli 2024 - 10:45 WIB

Menikmati Wisata Halal ke Marocco dan Spanyol, Saksikan Sejarah Kejayaan Islam

Sabtu, 6 Juli 2024 - 10:57 WIB

Keluarga Besar Sdit & Smp Arrahman Depok 2024 Adakan Trip Ke Pangandaran Bersama Dirgantara AIA Tour Travel Depok

Sabtu, 29 Juni 2024 - 14:20 WIB

Paksi Tours & Travel Tawarkan Umrah Munajat 12 Hari

Senin, 24 Juni 2024 - 20:52 WIB

Sosialisasi Peraturan Walikota (Perwal) Pokdarwis dan Pelatihan Promosi Pariwisata Kota Depok Tahun 2024.

Berita Terbaru