Oleh: Syamz Kusumanigrum
“Pemimpin masa depan atau pemimpn yang sukses di zaman demokrasi seperti sekarang ini adalah mereka yang selalu mengajak yang dipimpin untuk berpikir out of the box, dan bukan mengajak berpikir dan melakukan sesuatu yang hanya sesuai dengan petunjuk dan arahannya.”
Setiap kita tentu menyadari bahwa kedudukan pemimpin sangat penting bagi upaya menegakkan keadilan dan meraih kesejahteraan. Dalam konteks negara kita, jabatan kepemimpinan yang dipilih secara langsung membuat seluruh masyarakat terlibat dalam proses pemilihan presiden, gubernur, walikota/bupati hingga ketua RT. Ketidakpahaman masyarakat tentang peran strategis pemimpin dengan segala tugas yang diembannya membuat diantara anggota masyarakat ada yang berambisi untuk menjadi pemimpin melalui jabatan kepemimpinan. Mereka berani mencalonkan diri untuk menduduki jabatan kepemimpinan, terkadang bukan karena ada visi besar pembangunan bengsa dan negara yang harus diperjuangkannya, tetapi lebih karena menjadi pejabat itu menyenangkan dengan gensi yang tinggi dan fasilitas yang menyenangkan. Sementara masyarakat yang memilihnya juga tidak menyadari hal ini sehingga merekapun memilihnya melalui pemilihan karena popularitas, ketampanan bahkan banyaknya modal atau yang sering disebut orang kaya. Kedudukan, peran dan fungsi pemimpin yang begitu penting membuatnya selalu menjadi sorotan. Kebaikannya disorot, apalagi keburukannya. Untuk menjadi pemimpin besar dengan catatan sejarah yang baik bisa diraih oleh siapa saja. Yang penting mau apa tidak memanfaatkan kesempatan menjadi pemimpin untuk sebesar-besarnya manfaat kebaikan bagi masyarakat dan bangsa. Karena itu, belajar dari pemimpin sejati menjadi keharusan.
Pemimpin merupakan orang yang punya kapasitas untuk mengendalikan, memimpin, mempengaruhi fikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tentu kepentingan masyarakat secara kolektif dalam kepemimpinan birokrasi pemerintahan. Pendapat Winardi (1990:32) bahwa pemimpin terdiri dari pemimpin formal (formal leader) dan pemimpin informal (informal leader). Pemimpin formal adalah seorang yang diberikan amanah oleh organisasi tertentu (swasta atau pemerintah) maupun rakyat secara demokrasi berdasarkan surat keputusan pengangkatan dari organisasi yang bersangkutan untuk memangku sesuatu jabatan dalam struktur organisasi yang ada dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi tersebut yang ditetapkan sejak semula. Sedangkan kepemimpinan adalah merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern.
Banyak birokrasi pemerintahan yang dijalankan menggunakan pendekatan birokrasi mesin. Setiap akhir bulan, triwulan, atau tahunan dibuat laporan sedemikian rupa, tetapi laporan itu sebatas formalitas. Seolah-olah semua proses, aturan, juknis, dan tupoksi telah berjalan baik. Untuk menjadi seorang pemimpin, seorang harus memiliki bekal yang cukup, bekal dari pesan ini berupa kekuatan yang digunakan untuk menggerakkan semua orang yang dipimpinnya. Kekuatan itu merupakan buah pikiran atau ide, pendapat, wawasan, kemampuan melihat masa depan untuk menentukan ke mana arah lembaga yang dipimpin akan dikembangkan, potensi yang ada, cara-cara yang akan ditempuh untuk memajukan lembaga yang dipimpin, dan bahkan bagaimana mengatasi rintangan yang mungkin timbul dalam berbagai bentuknya.
Ketika kita menggunakan pendekatan nilai Islam dalam konteks kepemimpinan, kedangkala kosep kepemimpinan yang Islami itu dikometari orang sebagai sesutau yang terlalu ideal, sesuatu yang diawang-awang sehingga tidak mungkin diaplikasikan dalam kehidupan nyata, apalagi pada masa sekarang dimana jabatan kepemimpinan seringkali dianggap sebagai sesuatu yang istimewa sehingga para pemimpin seringkali ingin mendapatkan keistimewaan atau memperoleh perlakuan yang diistemiwakan oleh orang-orang yang dipimpinnya. Anggapan seperti ini tidak sepenuhnya benar, karena salah satu kerakteristik ajaran Islam adalah al waqi’iyyah, yakni agama yang relistis sehingga sesuai dengan keadaan umat manusia dan kerananya bisa diamalkan dalam kehidupan nyata, salah satunya dalam konteks kepemimpinan yang Islami. Menjadi pemimpin atau lebih jelas bisa disebut menjadi pejabat yang sederhana, melayani semua orang, dekat dengan rakyat, peduli, tegas dalam penegakan hukum dan sebagainya bukan hanya teori-teori di atas kertas atau sekedar dalil-dalil yang sakral, tepi sebenarnya bisa diwujudkan dalam setiap zaman yang berbeda meskipun teknisnya berbeda-beda pula sesuai dengan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, tulisan ini tidak sekedar ketikan kata dalam kalimat atau cerita masalah lalu yang hanya bisa dikenang, tapi sebenarnya bisa memberi motivasi, inspirasi dan dorongan yang kuat bahwa siapa saja pada dasarnya bisa menjadi pemimpin yang ideal sebagaimana yang disebutkan oleh banyak dalil-dalil Al-Qur’an dan Al Hadits serta yang dibayangkan dan didambahkan oleh rakyat.